Hal ini dilakukan karena becermin dari pengalaman seleksi tahun 2018, yaitu banyak instansi di daerah yang kesulitan mendapatkan pegawai karena pelamar tidak memenuhi ambang batas kelulusan.
Penurunan ambang batas kelulusan calon pegawai negeri sipil (CPNS) diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Pengadaan CPNS Tahun 2019.
Peraturan itu mengatur, SKD meliputi tes karakteristik pribadi (TKP), tes intelegensia umum (TIU), dan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Diatur pula ambang batas kelulusan bagi peserta adalah 126 untuk TKP, 80 untuk TIU, dan 65 untuk TWK. Tahun sebelumnya, passing grade ditetapkan mencapai 143 untuk TKP, 80 untuk TIU, dan 75 untuk TWK.
Dikutip dari Harian Kcm, 13 November 2019, tahun 2018 lalu, karena begitu banyak pelamar yang tidak lolos tes, pemerintah akhirnya memutuskan penetapan kelulusan CPNS berdasarkan peringkat, tidak lagi berpedoman pada nilai ambang batas kelulusan.
Sebab, apabila mengikuti ambang batas, jumlah CPNS yang lolos di bawah 10 persen.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menjelaskan, keputusan menurunkan passing grade merupakan hasil evaluasi pelaksanaan seleksi CPNS tahun-tahun sebelumnya.
Menurut dia, banyak instansi di daerah yang gagal memperoleh pegawai karena tidak satu pun pelamar yang bisa memenuhi ambang batas kelulusan.
”Jadi, kemarin itu ada beberapa kabupaten/kota yang pelamarnya tidak ada yang lulus, kasihan juga. Kami butuh pegawai, tetapi di sisi lain tidak ada yang lolos karena passing grade ketinggian,” ujar Tjahjo saat itu.
Dalam penerimaan CPNS tahun anggaran 2019, pemerintah membuka 152.286 formasi CPNS yang tersebar pada 68 kementerian dan lembaga serta 462 pemerintah daerah.
Gugur massal
Pada November 2018, saat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi masih dijabat Syafrudin, pemerintah mengubah skema kelulusan CPNS.
Dikutip dari Harian Kcm, 22 November 2018, pemerintah menetapkan kelulusan calon pegawai negeri sipil ditentukan berdasarkan ranking, tak lagi mengindahkan batas passing grade.
Apabila mengikuti passing grade, jumlah CPNS yang lulus jauh dari memadai.
”Kita tak berorientasi pada passing grade, tetapi berorientasi pada ranking. Kalau passing grade kita jatuhkan, SDM aparatur kembali mundur. Kita ingin maju,” tutur Syafruddin kala itu.
Sebelumnya, tingkat kelulusan SKD para CPNS di bawah 10 persen. Artinya, kurang dari 10 persen saja CPNS yang mendapatkan nilai sesuai passing grade.
Memaksakan kelulusan berdasarkan ranking akan meloloskan juga CPNS yang sesungguhnya tidak lulus passing grade.
Dengan kebijakan ini, Syafruddin mencontohkan, jika suatu institusi kementerian memerlukan 100 PNS baru, akan diambil 300 orang dengan ranking tertinggi untuk mengikuti seleksi berikut, yakni seleksi bidang. Dari seleksi tahap kedua ini akan dipilih satu orang.
Langkah ini, menurut Syafruddin, jalan keluar terbaik. Badan Kepegawaian Negara yang akan mengumumkan secara teknis. Presiden pun, tambah Syafruddin, sudah mendapat laporan.
Terulang tahun ini?
Plt. Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara ( BKN), Paryono, mengungkapkan untuk penyelenggaraan SKD tahun ini, pihaknya menjamin kejadian gugur massal karena TKP tak akan terulang.
"Jadi soal itu (TKP) kan sudah disesuaikan, sudah diujicobakan tingkat kesulitannya. Kita sudah uji cobakan di Jakarta," jelas Paryono , Senin (26/1/2020).
Selain itu, lanjutnya, Kemenpan RB juga sudah menurunkan passing grade. Sehingga, risiko banyak peserta yang gagal di ujian TKP di tahun ini akan jauh berkurang.
" Passing grade juga diturunkan. Tidak setinggi tahun lalu, jadi tidak sampailah (gugur massal lagi)," ungkap Paryono.
Dia menuturkan, mengerjakan soal TKP sendiri sebenarnya memiliki trik tersendiri.
"Turunkan ego, sehingga kita bisa tahu mana jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang diajukan. Intinya jawaban yang paling ideal," kata Paryono.