Menurut Bima, tidak adanya pelamar yang mendaftar pada formasi tersebut lantaran banyak dokter spesialis enggan menjadi PNS.
“Untuk menjadi dokter spesialis membutuhkan biaya sekolah yang mahal. Sehingga, jika hanya menjadi PNS, maka modal yang dikeluarkan saat sekolah tidak bisa kembali,” kata Bima di Kantor Gubernur Maluku, Jumat (21/2/2020).
Menurut dia, banyak dokter spesialis di Indonesia yang lebih memilih bekerja di rumah sakit swasta daripada menjadi PNS.
“Hampir di seluruh Indonesia kosong, karena banyak pilih rumah sakit swasta. Seseorang sekolah dokter spesialis mahal sekali. Jadi kalau dia harus jadi dokter spesialis sebagai PNS, ini modalnya enggak akan kembali. Paling murah Rp 500 Juta sekolah dokter spesialis,” kata Bima.
Sebagai contoh, di Jakarta tidak ada satupun dokter spesialis yang mau mendaftar sebagai CPNS. Begitu pun di daerah lain di Indonesia.
“Jadi di Jakarta formasi dokter spesialis tidak ada yang daftar. Di tempat lain juga begitu,” kata Bima.
Alasan lainnya, pelamar formasi tersebut kerap mempertimbangkan penempatan di daerah terpencil, apabila lulus sebagai CPNS.
Menurut Bima, alasan tersebut selalu menjadi pertimbangan, sehingga pelamar tenaga dokter spesialis selalu kosong.
“Hal itu juga yang membuat formasi yang satu ini tidak dilirik pelamar CPNS. Apalagi dia ditaruh di tempat terpencil, pasti tidak mau,” kata Bima.
Terkait kondisi itu, Bima mengatakan, saat ini pihaknya tengah memikirkan bagaimana caranya untuk menempatkan dokter spesialis di daerah-daerah.
“Apakah lebih baik dokter umum diberikan beasiswa untuk sekolah, atau ada insentif lain supaya dia mau atau bagaimana, itu sedang kami diskusikan,” kata Bima.