PUNGGING, Jawa Pos Radar Mojokerto - Hari-hari kepala Desa Ngrame, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Abdul Mukti, 55, kembali harus dihabiskan di balik sel tahanan. Dia diamankan Satreskrim Polres Mojokerto saat berdinas di kantor desa setempat pada Senin (13/4). Mukti diduga terlibat tindak pidana penipuan dan penggelapan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang dilaporkan Efendi Hariyanto, 50. Akibatnya, warga asal Desa Jotangan, Kecamatan Mojosari, ini mengalami kerugian Rp 118 juta.
Kasatreskrim Polres Mojokerto, AKP Dewa Primayoga, mengungkapkan, penangkapan Mukti tidak lepas dari laporan korban pada Agustus 2019 lalu. Mukti diduga melakukan penipuan dan penggelapan dengan modus dapat membantu memasukkan anak korban sebagai PNS di lingkungan Kabupaten Mojokerto. Atas dasar itu, penyidik menemukan adanya unsur tindak pidana. Dengan dikuatkan empat fotokopi kuitansi pembayaran sebagai barang bukti. Yoga mengungkapkan, penjemputan paksa harus dilakukan dua petugas satreskrim. Setelah sebelumnya Mukti diduga mangkir dari panggilan kepolisian. Dia ditangkap petugas saat menjalankan tugasnya sebagai kades di Balai Desa Ngrame.
”Dalam pemeriksaan 1 x 24 jam serta barang bukti yang cukup, kami langsung melakukan penahanan terhadap tersangka. Sebelum penahanan, kepala desa ini sudah tiga kali mengabaikan panggilan petugas,” terang Yoga. Dia menegaskan, dugaan penipuan ini terjadi 2017 lalu. Modusnya tak jauh berbeda dengan kasus sebelumnya. Dengan iming-iming keluarga korban dapat diterima sebagai PNS melalui jalur patas. Dari situ Mukti disinyalir meminta sejumlah uang pada korban. Uang tersebut sebagai pelicin memasukkan anak korban tanpa melalui proses tes. Karena keduanya sudah saling kenal, tawaran itu membuat pelapor tak pikir panjang. ’’Keduanya diduga sepakat uang pelicinnya sebesar Rp 140 juta. Dengan syarat, anak korban bisa jadi PNS guru,’’ paparnya. Sebagai komitmen, korban lantas melakukan pembayaran kepada terlapor secara betahap dengan total Rp 118 juta.
Namun, dengan berjalannya waktu, apa yang diharapkan korban justru kandas. Hingga kini, tersangka belum saja memasukkan anak korban menjadi PNS di lingkugan Pemkab Mojokerto. Beberapa kali ditagih, terlapor malah berbelit. Pun demikian saat uangnya diminta untuk mengembalikan, dia hanya umbar janji. ’’Korban mengalami kerugian Rp 118 juta,’’ tandasnya.
Penelusuran Jawa Pos Radar Mojokerto, sebelumnya Mukti pernah terjerat dalam kasus yang sama. Tahun 2017, dia pernah menjalani hukuman 14 bulan di Lapas Kelas II-B Mojokerto setelah divonis PN Mojokerto bersalah. Dia baru bebas pada 2018. Akan tetapi, pada 14 Agustus 2019 lalu dia kembali dilaporkan korban lainnya ke Mapolres Mojokerto. Itu setelah tersangka yang sempat menjanjikan mengembalikan uang Rp 118 juta milik korban dengan cara dicicil setiap bulan justru diingkari.
(mj/ori/ris/ron/JPR)