Seorang difabel bernama Alde Maulana diduga mengalami diskriminasi. Status kepegawaiannya sebagai CPNS dicabut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumatera Barat, dengan alasan tidak sehat secara jasmani.
Dukungan dari masyarakat terhadap Alde kini mengalir lewat petisi www.change.org/p/bpk-ri-kembalikan-hak-pns-difabel-alde-maulana. Petisi dimulai oleh LBH Padang seminggu yang lalu.
Petisi ditujukan pada BPK RI, Ombudsman RI dan Komnas HAM. Sebanyak 1.887 warganet kini telah menandatangani petisi tersebut.
"Ada lagi korban diskriminasi terhadap teman kita kaum difabel. Namanya Alde Maulana. Januari 2019 dia dinyatakan lulus CPNS BPK RI lewat formasi disabilitas. Tapi, Februari 2020, Alde Maulana tidak mendapat surat undangan untuk pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji PNS Golongan III di Auditorium Lantai 4 Gedung A BPK Perwakilan Provinsi Sumatra Barat," tulis LBH Padang dalam petisinya.
Alde merupakan penyandang disabilitas dengan mata kiri buta 50 persen, lumpuh kayu (kaku tangan dan kaki kiri).
Alde lolos ujian CPNS 2019 lalu. Setelah dinyatakan lolos, dia mengikuti diklat dan sempat mengalami kejang-kejang.
“Cukup masuk akal memang, karena selama diklat, Alde diwajibkan mengikuti aktivitas fisik dari pagi sampai sore tanpa ada dispensasi atas kondisinya,” tulis Wendra Rona Putra, Direktur LBH Padang.
Setelah kejadian kejang-kejang, Alde kembali bekerja seperti biasa di BPK Sumatera Barat. Alde lalu diminta melakukan pemeriksaan medis di Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta.
Setelah hampir setahun bekerja di BPK Sumatera Barat, Alde Maulana tidak dipanggil untuk pelantikan dan pengambilan janji PNS yang seharusnya dilakukan Februari lalu
“Februari 2020, Alde Maulana tidak mendapat surat undangan untuk pelantikan dan pengambilan sumpah/janji PNS Golongan III di Auditorium Lantai 4 Gedung A BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat,” kata Wendra.
Sebulan setelahnya, Alde Maulana mendapat kabar diberhentikan sebagai calon PNS karena dianggap tidak sehat jasmani dan rohani lewat Salinan Surat Keputusan Nomor:73/K/X-X.3/03/2020.
Alde sempat melapor dugaan diskriminasi terhadap dirinya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sumatera Barat dan Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat. Kini kasusnya diambil alih Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Wendra menyebut, tindakan tim BPK saat diklat orientasi tanpa memberikan dispensasi bagi Alde untuk tidak mengikuti apel pagi dan sore, tergolong tidak sesuai aturan.
Wendra juga menduga tindakan BPK dan BPK Perwakilan Sumatera Barat tergolong diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
Wendra merujuk Pasal 143 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Disebutkan, 'setiap orang dilarang menghalangi-halangi dan/atau melarang penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak atas pekerjaan."
“Lewat petisi ini kami ingin mengajak untuk mendesak BPK Republik Indonesia mengembalikan hak Ade Maulana dengan mengangkat dan melantik korban sebagai PNS di BPK Sumatera Barat,” pungkas Wendra dalam pesan elektronik yang diterima.(gir/jpnn)