Doa Agar Teman Tak Lolos CPNS

Made Adnyana Ole (DOK. BALI EXPRESS)

Made Adnyana Ole

Doa buruk dengan niat yang tak melulu buruk adalah ketika seorang teman mendoakan teman baiknya agar tak lulus tes calon pegawai negeri sipil, CPNS. Ini kisah nyata; Pada musim tes CPNS setahun lalu, Agus (nama karangan) ikut tes. Teman baiknya, Ari (juga nama karangan) sibuk berdoa agar Agus tak lulus. Sungguh buruk doa itu. Tapi Ari punya alasan yang patut direnungkan.
Sejak kecil Agus dikenal jago memasak. Hampir semua ilmu dan praktek masakan tradisional bisa ia kuasani dengan baik, dari lawar klungah hingga kuah cundang, dari jukut gedebong klepodan hingga rica-rica bebek-angsa. Bahkan masakan dari bahan-bahan langka, misalnya bikin sate biawak dan pepes burung tekukur, bisa ia ciptakan dengan penuh gairah. Di kampungnya, pada setiap upcara adat, sebelum usia Agus menginjak remaja, ia sudah menyandang julukan sebagai patus cilik – juru masak kanak-kanak.
Agus punya banyak penggemar berat. Dalam sebuah acara, misalnya acara perayaan ulang tahun ala kampung, para undangan akan bersemangat untuk datang jika diketahui dengan pasti bahwa Agus sebagai juru masak di acara itu. Ari, teman baik Agus, juga penggemar berat masakan Agus. Ari akan dengan sukarela keluar duit besar, misalnya untuk beli bebek atau ayam jago, semata-mata untuk bisa menikmati masakan nyat-nyat buatan Agus. Bahkan, pada hari-hari biasa pun, Ari akan sengaja bikin acara makan-makan, semata-mata agar Agus punya kesempatan untuk memasak dan Ari punya kesempatan secara luluasa untuk menikmati masakan itu.
Nah, ketika Agus tamat kuliah dan melamar CPNS amat sedihlah hati Ari dan teman-temannya. Ari sendiri sebenarnya ikut melamar, tapi ia yakin sejak awal tak bakalan lulus. Dan, ia cemas Agus bakal lulus CPNS karena teman baiknya itu, selain pintar masak, sesungguhnya juga pintar secara akademik. Galaulah hati Ari dan teman-temannya. Ari pun berdoa agar Agus tak lulus CPNS. Ia sendiri tak lulus tak apa-apa, asalkan Agus tetap juga tak lulus.  
“Itu doa buruk,” kata teman-teman Ari yang lain. Tapi Ari punya alasan penting tapi terdengar lucu. Bukan soal hilangnya kesempatan untuk makan enak. Tapi, menurut Ari, jika Agus lulus, siapa lagi yang akan melestarikan masakan tradisional nenek moyang kita. Agus punya potensi besar untuk membangun pusat kuliner tradisional di masa depan. Bukankah pelestarian menjadi jargon kita bersama? Jika Agus diluluskan jadi CPNS, maka punahlah masakan tradisional kita yang langka dan unik. Jadi, kata Ari, mari berdoa Agus tidak lulus, agar di kemudian hari ia bisa membuka restoran masakan tradisional sekaligus menghindarkan punahnya karya nenek moyang kita akibat serangan ayam-ayam tepung dari luar negeri.
Tapi, saat pengumumn Agus lulus. Ari tidak. Bukan karena Ari tak lulus maka ia sedih, melainkan karena Agus lulus. Sedihnya bertubi-tubi ketika Agus kemudian sibuk mengurus administrasi, tak pernah bisa diajak ngobrol, apalagi diajak pesta masak-memasak. Harusnya orang biasa-biasa saja, orang yang tak punya keahlian apa-apa yang diluluskn jadi CPNS. Bukan Agus, bukan orang punya keahilan langka.
Hingga kini Ari bersedih. Ketika ia bercerita kepada saya suatu saat tentang kejadian itu, saya tertawa terbahak-bahak. Itu doa yang lucu, harapan yang lucu, dan logika lucu di tengah ketatnya persaingan orang untuk mencari pekerjaan, terutama pekerjaan sebagai PNS. Tapi, tunggu, Ari mungkin ada benarnya. Orang yang punya keahlian langka dan potensi unik untuk mengerjakan hal-hal yang tak bisa dikerjakan oleh banyak orang, sebaiknya memang jangan diluluskan jadi CPNS. Sebaiknya orang seperti itu dibina dengan baik jadi pengusaha, jadi penggerak ekonomi kreatif, sehingga ia bisa memberi kesempatan kepada orang lain untuk jadi PNS, sementara dia sendiri punya kesempatan lebih banyak lagi menciptakan lapangan pekerjaan.
Saya sebenarnya punya cerita yang mirip. Saya penggemar tuak manis. Dulu, tuak manis nyaris punah seiring dengan merosotnya jumlah pohon enau di desa-desa. Tapi, setahun lalu, ada sejumlah pemuda punya inisiatif untuk mengembangkan tuak manis, bahkan ada yang sampai membuka gerai tuak manis campur mojito di Denpasar, rasanya enak. Saya sendiri adalah pelanggan tuak manis yang dikembangkan oleh seorang pemuda di sebuah desa di Seririt, Buleleng. Tapi, belum satu semester menikmati tuak manis, tiba-tiba kiriman tuak manis untuk saya terhenti. Selidik punya selidik, pemuda yang mengembangkan tuak manis itu ternyata lulus CPNS. 
Ada lagi doa buruk untuk niat yang tak terlalu buruk. Teman saya bercerita bahwa pamannya sempat puntag-pantig berjuang untuk bisa lolos jadi calon bupati. Dan, teman saya itu terus berdoa agar pamannya gagal mendapatkan rekomendasi dari partai dan gagal menjadi calon bupati. Kenapa? Alasannya menggelikan. Bahwa keluarga teman saya itu adalah keluarga yang unggul, baik di bidang pertanian maupun di bidang kerajinan. Misan-mindonnya punya etos kerja yang baik, misalnya selalu mandiri dan punya idealisme untuk mengembangkan apa-apa yang diperjuangkannya di bidang pertanian dan kerajinan. 
“Jangan-jangan setelah paman saya jadi bupati, semuanya diangkat jadi pegawai kontrak. Habislah hal-hal yang unggul di keluarga saya!” katanya sembari terbahak-bahak. Maksudnya mungkin bercanda, tapi sungguh alasan dia itu banyak benarnya. Dan saya tak tahu apakah doanya terkabul atau tidak. (*)
baliexpress