HMI Manakarra Duga Ada Kecurangan Rekrutmen CPNS 2019

Penjelasan Kemenkum HAM Sulbar

"Penerimaan CPNS ini sudah sangat transparan, kami dalam melaksanakan proses seleksi ada petunjuk dari Kemenkum HAM RI,"kata Kepala Kanwil Kemenkum

HMI Manakarra Duga Ada Kecurangan Rekrutmen CPNS 2019, Begini Penjelasan Kemenkum HAM SulbarKepala Kanwil Kemenkumham Sulbar H Anwar diwawancarai usai menerima pendemo di kantornya   Pihak Kemenkumham Sulawesi Barat, memberikan penjelasan terkait dugaan kecurangan dalam proses rekrutmen CPNS tahun 2019 yang disampaikan kader HMI Cabang Manakarra saat melakukan unjuk rasa, Kamis (5/11/2020).

"Penerimaan CPNS ini sudah sangat transparan, kami dalam melaksanakan proses seleksi ada petunjuk dari Kemenkum HAM RI,"kata Kepala Kanwil Kemenkum HAM Sulbar, Anwar, kepada wartawan.

Khusus tes kesamaptaan itu dilaksanaka di Korem dan koordinir langsung Kadiv Pemasyarakatan.

"Seharusnya mereka mendengarkan penjelasan dulu hingga selesai, supayan mereka paham, bahkan sebelum hasil ditanda tangani diperlihatkan dulu kepada semua peserta, kemudian setelah itu diumukan di media informasi Kemenkum HAM,"katanya.

Kadiv Administrasi, Mutia Farida menambahkan, sebenarnya ada masa sanggah selama tiga hari yang diberikan kepada peserta jika merasa tidak puas dengan hasil seleksi akhir yang dikeluarkan.

"Ada mekanisme sanggah, harusnya kalau mereka tidak terima hasil pengumuman, mereka menyampaika sanggahan ke panitia pusat, melalui akun masing-masing peserta," ujarnya.

Masa sanggahan mulai 1-3 November, sementara jika terkait  tes kesamaptaan harusnya saat itu juga melakukan protes, bukan sekarang.

Dia mengatakan, hasil yang keluar adalah integrasi dan hasil SKD yang dilaksanakan dengan moteda CAT dan hasil SKB yang dilaksanakan dalam bentuk tes kesamaptaan dan wawancara.

"Kalau soal Ombusdsman (pengawasan independent) tidak diberikan rekapan nilai peserta, itu urusan Ombusdsman dengan kami, kami tidak ada kewajiban memberikan rekapan nilai" ujarnya.

Mereka hanya mengawasi terkait pelayanan publik dan tidak sampai ke nilai.

"Kecuali kalau minta kami pasti kasih, tapi setahu saya itu sudah kami kasih, ada beberapa kami kasih,"tuturnya.

Sementara itu Kadiv Pemasyarakatan, Elly Yuzar mengatakan, ia sudah memikirkan dan melakukan antisipasi sejak awal agar tidak ada panitia yang nakal dalam proses seleksi.

"Saya mengantisipasi agar tidak ada komunikasi panitia keluar, seluruh handphone panitia saya tarik, padahal saya dapat komplent. Saya katakan kalian nanti menghitung, tapi juga sibuk balas whatsapp, jadi lupa hitunganya berapa,"katanya.

Dikatakan, sesuai petujuk panitia pusat, semua peserta menggunakan tanda dan tanda yang digunakan adalah kalung.

"Saya tidak pernah membuka jenis kalung itu, sangat rahasia, kalung itu diberikan kepada peserta setiap menyelesaikan lari satu putaran, dua putaran, dikasi satu kalung lagi," tambahnya.

Dikatakan, ada lima kegiatan dalam tes kesamaptaan, yakni lari 12 menit; pull up (chinning untuk wanita) maksimal 1 menit, sit up maksimal 1 menit, push up maksimal 1 menit dan shuttle run jarak 6 x 10 meter.

Setelah lima kegiatan ini selesai, pihaknya mengumpulkan semua peserta.

"Kami bertanya apakah ada masalah, mereka katakan tidak ada. Nah nilai kami serahkanlah kepada tim input dari kantor wilayah, tim input ini didampingi tim pusat, setelah rampung semuanya, itulah yang kami umumkan,"tuturnya.

Meski begitu, dugaan HMI tersebut tetap akan diterima, kemudian akan dipelajari. 

Diketahui, jumlah CPNS yang dinyatakan lulus formasi tahun 2019 dilingkup Kemenkum HAM Sulawesi Barat, sebanyak 67 orang. Tujuh dintaranya merupakan perempuan.

"Jadi saya mau tekankan juga, bahwa kelulusan itu bukan ditentukan kesamaptaan, tapi ditentukan tiga faktor gabungan, satu SKD melali CAT, hasilnya itu digabungkan dengan wawancara dan kesamaptaan,"jelasnya.

Mutia menambahkan, meski nilai SKD-nya tidak maksimal, namun wawancara bagus pasti nilai tinggi dan berpeluang lulus, kemadian bisa jadi peserta dengan SKD tinggi.

"Wawancara itu bukan hanya pertanyaan, tapi juga pengamatan fisik, dipertanyaan juga kami sudah tentukan, pake online," ujarnya.

Ketikan peserta menjawab makanya nilainya sekian, jika peserta tidak menjawan nilainya sekian.

"Jadi sistem yang hitung, seperti ada satu peserta tidak ikut kesamaptaan, tapi ikut wawancara, itu boleh karena nilainya akumulasi, tapi konsekuensnya nilai samapta itu nol,"jelas Mutia.

"Perlu juga saya jelaskan, untuk persentase penilaian itu, 40 persen SKD dan 60 persen SKB, dan samapta bukan penentu kelulusan, tapi wawancara itu sangat menentukan. Selain pengamatan fisik, ada juga uji keterampilan, jangan sampai ada peserta menjelaskan saja Pancasila tidak bisa, pasti nilainya jatuh,"sambung Mutia.(tribun-timur).