Koordinator honorer K2 DKI Jakarta Nur Baitih menilai, kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim belum menuntaskan masalah honorer K2.<!-
Kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim merekrut 1 juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), memang bagus.
Namun, peluang itu dibuka seluas-luasnya untuk seluruh guru honorer K2, nonkategori di sekolah negeri maupun swasta.
Juga lulusan program pendidikan guru (PPG) yang belum pernah mengajar. Rekrutmen ini memberikan kesempatan bagi pelamar dengan rentang usia 20 sampai 59 tahun.
"Niat Mas Menteri sih bagus ya tetapi tolong kebijakannya dikaji ulang," kata Nur, sapaan akrab Nur Baitih kepada JPNN.com, Selasa (24/11).
Dia menyebutkan, guru-guru honorer K2 yang sudah lama jadi pengajar di sekolah negeri, sudah sangar bersabar apalagi yang usianya sudah masuk 50 tahun.
Harusnya, kata Nur, sebelum membuat kebijakan perlu dilakukan kajian secara matang.
Seleksi PPPK memang menjadi peluang bagi honorer K2 yang tidak bisa ikut seleksi CPNS karena terbentur syarat usia. Namun, guru honorer K2 jangan disamakan dengan sarjana yang baru lulus alias fresh graduate. Mendikbud Pastikan Hanya Guru Honorer Berkualitas yang Bisa Mengisi Formasi 1 Juta PPPK
Para honorer K2 itu juga harus bersaing dengan guru swasta, sehingga peluang honorer K2 makin kecil.
"Sebenarnya niat tidak sih bikin kebijakan?. Kalau niat harusnya dikaji, harus ada prosedurnya. Berikan kesempatan guru yang mengajar di sekolah negeri khususnya honorer K2 yang memang usianya di atas 40 tahun semua," bebernya.
Setelah kuota masih ada, lanjut Nur, berikan kepada honorer nonkategori negeri, swasta atau yang fresh graduate.
Bagi sarjana yang baru lulus, usianya muda atau guru honorer di sekolah swasta dengan usia di bawah 35 tahun, mestinya ikut tes CPNS.
"Hargailah kami yang mengabdi lama yang sudah usia kritis juga. Kami bertahun-tahun mengharapkan sertifikasi seperti guru di swasta tetapi guru honorer K2 diperlakukan seperti anak tiri," keluhnya.
Dengan rekrutmen seperti itu, Nur yakin honorer K2 atau non-K2 yang usianya di atas 40 tahun bakal menangis karena tidak bisa lulus.
Apalagi sistem ujiannya harus pakai computer assisted test (CAT). Nur yakin banyak honorer K2 yang belum mahir menggunakan komputer sehingga sulit menjawab soal. Pegang mouse komputer saja banyak yang bingung."Ini seperti bom waktu yang siap mematikan guru-guru honorer K2 yang lama mengabdi karena harus bersaing dengan guru swasta dan yang fresh graduate. Awalnya kami merasa ini kado terindah buat honorer K2 tetapi nyatanya salah," pungkasnya.