Pemerintah berencana untuk membuka lowongan calon pegawai penegri sipil (CPNS) pada 2021 khusus untuk posisi tenaga guru dan tenaga kesehatan (nakes). Untuk menyiapkan rencana perekrutan dalam jumlah besar ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyiapkan anggarannya.
Ikhwal perekrutan guru dan nakes ini kemarin diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo pada Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Tjahjo menjelaskan, aparatur sipil negara (ASN) yang akan direkrut pada 2021 ini juga termasuk para tenaga teknis lainnya yang bertujuan mendukung program pembangunan nasional. “Memang kebutuhan guru, perawat, bidan, dan dokter baik di puskemas, puskesmas pembantu atau rumah sakit rujukan sangat kurang sekali,” kata Tjahjo.
Menurut dia, dengan adanya pandemi Covid-19 ini, infrastruktur kesehatan menjadi skala priotritas pembangunan di tahun anggaran 2021. Dengan demikian, pemenuhan sumber daya manusianya pun menjadi perhatian bersama untuk segera dipenuhi. Rencana satu juta pegawai baru ini, tandas Tjahjo, juga sudah mendapat kesepakatan dengan Badan Kepegawaian Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Pendidikan Nasional.
Politikus PDIP ini menambahkan, pengadaan ASN pada 2020 ditiadakan, karena usulan pengadaan 2020 akan diakumulasikan pada usulan 2021. “Mudah-mudahan anggaran tercukupi, kemudian batas akhir usulan pada Agustus 2020 melalui aplikasi e-formasi Kemenpan RB,” ucap Tjahjo.
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema menilai, perekrutan guru dengan memprioritaskan tenaga pendidik honorer melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) juga bisa menjadi terobosan pemerintah. Sebab tak bisa dimungkiri, jumlah guru dengan status honorer menumpuk. Dari data Kemendikbud, saat ini ada sekitar 1,6 juta guru honorer. Mereka tentunya ingin diangkat menjadi PNS.
Namun, bukan hal yang mudah menjadi abdi negara saat ini. Kendala pertama, sebagian mereka telah melewati usia 35 tahun. Sedangkan, aturannya maksimal usia untuk menjadi PNS, yakni 35 tahun. Lalu, para honorer harus bersaing satu sama lain sementara kuota setiap pembukaan tidak banyak. “Ini bisa untuk memperoleh kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan status guru honorer. Bila melalui proses regulasi CPNS, banyak guru tidak lolos karena terkena peraturan syarat usia,” ujarnya.
Wacana P3K pun sudah lama digaungkan. Pro dan kontra kerap mengiringi rencana ini. Sebagian besar guru yang sudah mengabdi lama ingin diangkat menjadi PNS. Belum lagi, P3K dianggap memiliki kekurangan dari sisi tidak adanya uang pension. Hal itu dianggap bisa membuat para guru kurang nyaman dalam bekerja.
“Nyaman atau tidak sangat relatif karena masing-masing individu memiliki gaya hidup sendiri. Namun secara objektif, status P3K memberikan banyak keuntungan dan kebaikan bagi para guru honorer. Juga siapapun yang berminat menjadi P3K,” tuturnya.
Status P3K dan PNS sebenarnya tidak jauh berbeda. Doni menjelaskan skema gaji dan hak-hak P3K dengan PNS sama. Hanya saja, P3K tidak menerima uang pensiun. Beberapa waktu lalu, muncul usulan mengenai uang pensiun diambil dari pemotongan gaji setiap bulan.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Marta Tanjung mengaku terkejut dengan rencana pemerintah terbaru. Dia berharap jika benar melalui skema P3K, proses perekrutan tidak menimbulkan masalah. Sebab penerimaan P3K pada tahun lalu masih menyisakan persoalan, salah satunya, belum turunnya surat pengangkatan (SK). Guru mendapatkan porsi terbesar, yakni 51.000 P3K pada tahun lalu.
“Saya kita ada baiknya, sebelum wacana pengangkatan 1 juta, yang 34.000 guru (P3K tahun lalu) diselesaikan terlebih dahulu. Jadi tidak seperti angin surga bagi teman-teman guru yang punya penghasilan rendah, entah swasta maupun honorer”. (Kiswondari/FW Bahtiar)
(ysw)
Koran SINDO