Beberapa hari yang lalu, bahkan hingga hari ini, unggahan di media sosial dipenuhi informasi kelulusan CPNS. Ucapan selamat. Ada juga ucapan bersyukur. Tapi, belum ada undangan makan-makan. He..he...
Ya, pekan ini pengumuman resmi pemerintah dirilis. Walaupun sebelumnya, para pemburu CPNS telah mampu menaksir kelulusan mereka.
Memang, empat tahun belakangan, tes CPNS sudah berbasis IT sehingga hasil perolehan peserta bisa langsung dilihat. Dari situ mereka bisa mengecek dan membandingkan perolehan nilai dengan peserta lainnya.
Saya ikut tes CPNS 2008
Baik, saya juga akan berbagi pengalaman. Setidaknya, pengalaman saya bisa menjadi pembanding cara belajar dan mempersiapkan diri menghadapi tes. Tentunya ini bagi yang belum lulus.
Bagi yang sudah lulus, selamat ya. Kami tunggu triknya. Berbagilah sehingga kawan-kawan yang menginginkan menjadi PNS bisa mempersiapkan diri dari sekarang.
Tes CPNS tahun 2008 masih dilakukan secara manual. Maksudnya, tes tersebut masih berbasis kertas dan pensil. Hasil tes pun tidak bisa kita ketahui secara langsung sehingga momentum jadwal pengumuman merupakan hal yang ditunggu-tunggu. Saat itu, pengumuman kami nantikan kurang lebih satu bulan.
Dari sini juga banyak orang beranggapan bahwa sistem sogok menyogok masih subur. Padahal, saya pikir, sogok menyogok itu hanya perjudian belaka. Oknum yang terlibat di dalamnya mengiming-imingi seseorang kelulusan. Nah, jika Anda tertarik lalu lulus, maka sejumlah uang harus dibayarkan. Padahal, sebenarnya Anda lulus secara murni.
Bagaimana saya mempersiapkan diri
Pada saat itu, standar minimum perolehan nilai belum ditentukan oleh pemerintah, kelulusan hanya dilihat pada nilai tertinggi lalu diurutkan dengan jumlah kuota CPNS yang dibutuhkan oleh instansi penerima. Hal sama dengan tes tahun ini hanya pada lokasi rencana penempatan.
Lokasi penempatan pun bersifat urutan, artinya jika Anda lulus dengan nilai tertinggi atau berada pada urutan pertama berarti secara otomatis Anda akan ditempatkan pada instansi urutan pertama yang tertera dalam formasi.
Saat itu pun, kita masih bisa mendaftar pada dua instansi yang berbeda jika jadwal tes tidak bersamaan. Itu jika kualifikasi akademik kita memenuhi persyaratan. Saya sebagai lulusan S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah dapat mendaftar menjadi guru pada tingkat SMP SMA atau SMK. Bergantung pilihan dan formasi yang tersedia.
Kementerian Agama juga membuka pendaftran dengan waktu tes yang tidak bersamaan. Setelah menimbang dan meminta saran kepada beberapa orang, terutama ibu, saya memutuskan mendaftar sebagai calon pendidik tingkat SMA.
Pun, kuota yang tersedia hanya dua orang di kabupaten yang saya pilih. Dalam waktu yang bersamaan Kemenag pun menawarkan peluang sebagai pendidik di madrasah aliah walau peluangnya sangat tipis.
Bayangkan, hanya satu formasi untuk tingkat provinsi. Dua peluang itu saya tangkap lalu memasukkan berkas pada dua formasi tersebut, Kemendikbud dan Kemenag.<
Setelah dinyatakan lulus berkas, saatnya mempersiapkan diri. Jadwal kegiatan harian harus diatur. Semua harus terstruktur. Ingat, jadwal itu bukan hanya dalam konsep, tetapi harus digoreskan dalam kertas karton lalu ditempel di dinding. Kita mesti konsisten dengan jadwal tersebut.
Selain itu, saat itu dunia internet juga sudah banyak dikenal walau tidak semasif sekarang. Belum ada WA, belum ada FB, apalagi instagram, twitter dan tiktok. Saat itu, kami hanya mengenal google. Internet dimanfaatkan secara maksimal untuk mencari bentuk-bentuk soal khusus calon pendidik.
Tes di Kementerian Pendidikan masih bersifat umum. Soal akan sama antara pelamar pendidik dan pelamar pekerjaan lain, misalnya tenaga administrasi. Di Kementerian Agama, sudah ada pemilahan. Ada soal umum dan juga disiapkan soal kompetensi profesional.
Toko buku menjadi pilihan utama. Saya berkunjung ke toko buku paling terkenal saat itu. Bertanya lalu menyasar rak yang khusus memajang buku yang membahas soal tes CPNS. Saya baca beberapa bagian lalu membeli beberapa buku yang saya anggap paling bagus.
Di rumah, peta pembacaan buku harus dilakukan. Saya menyusun strategi. Membaca bentuk soal tertentu dengan memberikan porsi lebih pada soal yang saya anggap susah, misalnya pada materi matematika, ini bagi saya. Sekali lagi, juga konsisten.
Tidak sampai di situ, materi-materi yang saya dapat dari internet, saya cetak dengan ukuran huruf lebih besar lalu saya tempel di dinding kamar.
Setiap berbaring, mata pasti tertuju ke materi yang tertempel. Setelah saya hafal materi dan beberapa bentuk soal, saya buka, lalu diganti dengan materi yang lain kemudian ditempel lagi. Jadilah saya mengganti wallpaper kamar beberapa kali.
Tes secara berkala pun saya lakukan. Soal dari internet saya unduh. Saya mengunduh soal empat tahun terakhir. Soal tersebut saya cetak lalu berusaha menjawabnya sesuai dengan jadwal yang saya tentukan sendiri.
Soal yang terdiri atas 40-50 nomor harus dijawab sekali duduk juga dengan durasi waktu yang telah ditentukan, saat itu saya setel waktu selama 80 menit. Tes tidak hanya sekali. Setiap, selesai tes, saya cara jawabannya lalu menganalisis tingkat kebenaran dan kesalahan saya.
Setelah mengetahui itu, langkah belajar harus kembali dilakukan. Memfokuskan pada materi yang banyak salah. Setelah merasa cukup, tes harus dilakukan lagi dengan soal yang berbeda.
Untuk mempersiapkan diri pada soal profesional di Kementerian Agama, tidak terlalu saya lakukan. Mengapa? Karena saat itu, saya bekerja sebagai tenaga pengajar di bimbingan belajar.
Sekarang, kawan-kawan yang akan mengikuti tes tahun depan persiapkan sesuai kebutuhan. Proses belajar mengajar di bimbingan belajar saya rasa cukup sebagai amunisi untuk menjawab soal profesional nantinya.
Tes pun tiba
Saya mempersiapkan diri dengan matang. Malam sebelum tes, aktivitas belajar saya hentikan. Buku saya susun dengan rapi di atas meja. Soal-soal dan materi yang tertempel di dinding saya buka. Komputer layar cembung saya matikan lalu atur dengan baik. Soal-soal yang telah dikerjakan saya rapikan dalam map lalu menaruhnya di rak buku.
Jadwal mengajar di bimbel diatur sebelumnya. Saya izin dua hari. Setelah salat Isya, saya makan secukupnya lalu segera tidur. Bangun lebih awal sebelum waktu subuh masuk harus diniatkan. Semua perlengkapan tempur dicek lebih awal. Pensil 2B mesti disiapkan minimal dua, papan pengalas, peraut, tisu, dan juga penghapus, walau berharap penghapus tidak saya gunakan.
Setelah salat Subuh, mandi, dan menyarap, perjalanan menuju lokasi tes pun lebih awal. Semua ini bertujuan untuk mempersiapkan psikologi. Tidak boleh ada perasaan grogi. Semua harus sesuai rencana. Saya duduk di depan ruang tes sambil memegang perlengkapan tes.
Di sekitar ruang, masih banyak calon peserta tes yang asyik mendiskusikan soal. Yang lain masih serius membaca soal atau buku yang dipegangnya. Saya tidak. Waktu persiapan serasa cukup untuk itu. Saatnya psikologi dipersiapkan.
Tes pun dimulai tepat waktu. Seluruh soal saya jawab dengan tingkat kepercayaan diri yang kuat. Saya merupakan peserta terakhir mengumpulkan lembar jawaban.
Hanya satu jawaban yang dihapus lalu diubah dengan jawaban lain. Pulang ke rumah. Mencari minuman dingin lalu duduk santai. Usaha maksimal telah dilakukan. Saatnya ikhtiar.
Tes di Kementerian Agama dilaksanakan, jika saya tidak salah ingat, satu pekan setelah tes di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya tidak lagi membaca materi begitu intens.
Pikiran saya fokuskan mengingat-ingat bunyi soal yang telah saya jawab pada tes sebelumnya. Juga mengingat ingat jawaban yang terpilih. Pada hari pelaksanaan tes, ujian psikologi lebih berat.
Bayangkan, kuota hanya satu orang dalam satu provinsi, tes dilaksanakan di satu tempat (waktu itu) kampus. Wow, beratus-ratus pelamar mengisi bangku tes. Tak apalah.
Keyakinan harus terus dipertahankan. Beberapa peserta tes seolah reuni. Mencari kawan-kawan perkuliahan mereka. Saya memilih tidak terlibat. Memilih bersembunyi di ruang tes. Bukan sombong, hanya ingin lebih fokus. Agenda reuni akan saya lakukan setelah tes dilaksanakan. Ini strategi menghilangkan grogi.
Sama, saya menjawab soal dengan serius. Kali ini lebih menantang. Soal terdiri atas dua bundelan. Waktu yang dipersiapkan pun lebih lama. Soal umum dikerjakan lebih awal.
Setelah itu, pemikiran beralih focus menjawab soal professional. Satu demi satu soal saya jawab dengan kepercayaan diri. Tidak ada tolehan ke samping kiri dan kanan. Pantang bertanya atau melirik jawaban orang lain. Toh, saya tidak pernah tahu bagaimana mereka mempersiapkan diri. Selesai. Lembar jawaban dikumpul. Kutinggalkan ruang. Menyapa beberapa kawan yang sempat kutemui. Bukan membahas hasil tes, tapi mengulik kenangan. Berpisah. Pulang ke rumah. Kembali ikhtiar.
Hari pengumuman
Sebulan kemudian, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rasanya semalam saya begitu sulit memejamkan mata. Terus berpikir tentang segala kemungkinan. Jika lulus, alhamdulillah. Jika, tidak apa yang harus saya lakukan?
Semua itu bertengkar hingga malam semakin larut. Mata pun terpejam walau tak lama. Bangun, salat, dan memberanikan diri mengunjungi lampu merah.
Maklum, saat itu, pengumuman menjadi komoditas ekonomi para loper koran dadakan. Mereka memborong koran terbitan hari itu lalu menjualnya di persimpangan jalan. Pasti dengan harga yang lebih mahal dari biasanya.
Kubeli satu, di pinggir jalan, kubuka dengan pelan. Gemetar. Beberapa halaman memuat pengumuman CPNS beberapa daerah.
Kubuka lagi, rasanya berat untuk sampai di pengumuman kabupaten tempat saya mengadu nasib. Busshhh...pelan, lalu cepat. Lembar kertas koran kutarik. Jari menyelisik nama dan nomor peserta satu demi satu. Terhenti di pengumuman calon guru SMA mata pelajaran bahasa Indonesia. Kueja satu demi satu huruf yang menuliskan nama.
S...U....P...A...R...M...I...N....ES....PE....DE.
Alhamdulillah urutan pertama. Napas saya hela. Segera menggulung koran lalu menyelipkan di bagian punggung. Pulang. Menuju rumah lalu sujud syukur.
Berselang dua hari, pengumuman di Kementerian Agama juga dirilis. Pun dengan koran yang sama. Kali ini, saya lebih berani. Toh, amunisi sudah ada di tangan.
Kelulusan di Kementerian Pendidikan rasanya sudah cukup. Tetapi, pengumuman di Kemenag juga terus mengusik untuk segera dicek. Bayangkan, kuota hanya satu orang untuk satu provinsi. Segera kuambil kendaraan lalu kembali menuju lampu merah yang sama. Membeli koran. Dengan cepat kubuka halaman pengumuman Kemenag.
Tak sesusah pengumuman sebelumnya, maklum formasi di Kemenag lebih sedikit, tingkat provinsi pula. Pengumuman tanpa nama. Hanya nomor peserta. Perlahan kueja nomor tersebut dan kusandingkan dengan kartu peserta. Kutemukan yang nomor yang mirip. Kuusap mata lalu mengulang angka yang sudah saya lihat sebelumnya. Kali ini, bukan lagi mirip, tapi sama. Saya pun lulus. Kelulusan di dua kementerian pada waktu yang nyaris bersamaan.
Akhirnya, saya memilih melanjutkan karier di Kementerian Pendidikan. Pertimbangan ibu menjadi hal utama. Saat ini, 11 tahun sudah saya mengabdi sebagai pendidik. Selamat bagi kawan yang lulus CPNS dan semoga inspirasi ini dapat menyemangati kawan yang belum lulus.
Salam hangat
kompasiana/ammingw