"Surat Cinta" Guru Honorer untuk Mas Menteri Nadiem: yang Sudah Punya Sertifikat Pendidik Seharusnya Diprioritaskan Jadi PPPK

Ilustrasi guru mengajar di kelas. (Kompas/Kontributor Nunukan, Sukoco) Ilustrasi guru mengajar di kelas.
Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri menulis surat cinta untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

"Surat ini berisi kritik untuk mas menteri yang belum pernah menjadi guru," ujar Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Nasional Rizki Safari Rakhmat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/12/2020).

Surat yang akan segera dikirimkan ke Nadiem Makarim tersebut berisi tentang perjuangan guru honorer selama ini.

Bagaimana mereka mengajar sekuat tenaga untuk melahirkan para pemimpin bangsa meski kesejahteraan yang mumpuni belum diperoleh.

Bila guru honorer tidak diperhatikan, apa jadinya sekolah negeri? 

Surat itu menceritakan bagaimana sekarang 50 persen kegiatan belajar mengajar di sekolah negeri dilaksanakan guru honorer.

Bila guru honorer tidak diperhatikan, apa jadinya sekolah negeri.

"Tapi kami tidak akan menyerah dengan keterbatasan yang ada. Kami semua tetap bertahan sebagai guru honorer karena panggilan jiwa sebagai profesi yang sangat mulia," ucap dia.

Mereka kemudian membahas tentang rencana seleksi PPPK 2021 dengan 1 juta formasi untuk Guru Honorer.

Selain menjadi harapan, seleksi PPPK ini menimbulkan kecemasan.

Itulah yang membuat mereka membuat surat ini sebagai kritik sekaligus masukan terkait rencana pemerintah dalam tata kelola guru menjadi PPPK tahun 2021.

Isi "surat cinta" untuk Mas Menteri

Berikut isi surat cinta guru honorer untuk Mas Menteri Nadiem Makarim:

Yth. Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

Sehubungan dengan rencana pemerintah membuka seleksi PPPK 2021 dengan 1 juta formasi untuk Guru Honorer. Rencana tersebut membawa kabar dan harapan yang bagus, namun juga menambah kecemasan tersendiri bagi guru honorer yang sudah mengabdikan dirinya bertugas sebagai pendidik selama bertahun-tahun bahkan sampai di akhir umur pensiunnya di sekolah negeri yang banyak kekosongan guru PNS.

Andai mas menteri tahu dan mengalami betapa beratnya menjadi seorang guru honorer di sekolah negeri, tugas dan kewajiban kami sama dengan guru PNS sesuai amanah Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005, yang membedakan yaitu berdasarkan status kepegawaian, kesempatan pengembangan pendidikan profesi guru dan kesejahteraannya.

Sampai ada istilah oleh pegiat pendidikan Iwan Hermawan (Ketua FAGI jabar) "sekolah negeri di HONOLULU", yang dimaksud  adalah singkatan dari sekolah negeri diisi oleh guru honor melulu. Suatu ungkapan yang menggambarkan realitas guru- guru yang ada di sekolah negeri dan mencerminkan bahwa keterjaminan pelaksanaan pendidikan di sekolah negeri hampir 50 persen dilaksanakan oleh guru honorer.

Tak terbayang jika kekosongan guru PNS itu tidak diisi oleh guru honorer, sepertinya sekolah negeri akan lumpuh sebagian pelaksanaan pendidikannya.

Tambahan lainnya bagi guru yang sudah bersertifikasi melalui program sertifikasi guru dari tahun 2007 sampai tahun 2020. Telah terjadi banyak transformasi dari sistem portofolio, PLPG, dan Program Profesi Guru. Tidak sedikit juga lulusan sertifikasi guru yaitu dari kalangan guru honorer yang sekarang dibuktikan memiliki sertifikat pendidik.

Andai juga mas menteri jadi guru honorer, mungkin akan merasakan betapa sulit dan ketatnya kami melewati berbagai seleksi secara nasional melalui kerjasama kemendikbud dengan kemenristekdikti untuk kualitas mutu profesionalisme guru dan hak mendapatkan tunjangan profesi.

Kami tidak akan menyerah dengan keterbatasan yang ada, kami semua tetap bertahan sebagai guru honorer karena panggilan jiwa sebagai profesi yang sangat mulia untuk menghasilkan generasi emas penerus bangsa, generasi para cendikia yang dalam jangka panjang akan membawa perubahan kepada negara ini.

Telah banyak anak didik kami menjadi orang-orang yang hebat dan membuat banyak karya terbaik anak bangsa salah satunya karena berkat jasa guru.

Masukan soal PPPK, soal sertifikasi pendidik

Mas menteri yang terhormat, kami ingin mencurahkan berbagai pandangan dan masukan terkait rencana pemerintah dalam tata kelola guru menjadi PPPK tahun 2021.

Pertama, mas menteri kemdikbud RI dan jajarannya harus mempertimbangkan kembali sebagai rujukan seleksi PPPK guru sesuai kualifikasi minimum guru tercantum dalam UU nomor 23 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 dan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen pasal 8. Kedua pasal tersebut sangat jelas bahwa kualifikasi guru wajib memiliki kualifikasi akademik (S1) dan sertifikat pendidik.

Dalam hal ini, guru honorer yang sudah bersertifikat pendidik dan menjunjung tinggi profesionalisme guru sebagai suatu profesi yang mulia dan kami semua sudah disumpah profesi guru, sudah sah dan legal secara Undang undang, tetapi masih harus diuji kembali dalam seleksi PPPK 2021.

Menurut mas menteri itu adil, tapi tidak adil bagi kami yang sudah melewati berbagai proses program sertifikasi untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Kemendikbud seolah-olah tidak memperhatikan keberadaan kami, yang sudah selayaknya mendapatkan prioritas seleksi PPPK 2021.

Kedua, pelaksanaan CPNS tahun 2018 dan tahun 2019 memberikan keistimewaan bagi guru yang sudah mempunyai sertifikat pendidik, yaitu dengan memberikan nilai maksimum pada seleksi kompetensi bidang (SKB) dibuktikan adanya sertifikat pendidik yang linear dengan jurusan formasi cpnsnya. Sudah seharusnya juga hal ini diterapkan kepada seleksi PPPK tahun 2021. Bukankah PPPK dan PNS sama-sama sebagai ASN? Mengapa tidak mencantumkan keistimewaan bagi guru honorer negeri yang sudah mempunyai sertifikat pendidik.

Ketiga, Pemerintah perlu memperjelas status kepegawaian sekolah swasta yang menjadi peserta seleksi PPPK 2021, jangan disamakan semua status non ASN sebagai Guru Honor. Seharusnya GTY status kepegawaiannya setara dengan ASN Sekolah negeri dan tidak boleh mendaftar PPPK, karena jenjang karir GTY jelas bisa memperoleh TPG dan Inpassing.

Seharusnya PPPK selesaikan dahulu Guru Honor di sekolah negeri untuk tahun 2021, sehingga sertifikat pendidik tidak akan menjadi polemik saat dijadikan nilai tambah saat tes. Tuntaskan dulu masalah guru Honor di sekolah negeri. Setelah tuntas, barulah kekurangan guru ASN bisa ditutupi dengan membuka pendaftaran untuk guru swasta dan alumni PPG pra jabatan yang tidak mengajar.

Keempat, dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2018 dan peraturan BKN nomor 18 tahun 2020, tercantum bahwa ada kekhususan tersendiri jika formasi PPPK mensyaratkan sertifikasi Profesi sudah dianggap mencapai PG. Maka dari itu kemendikbud harus tegas dan patuh menjalankan UU guru dan dosen, kemudian ada istilah wajib bagi guru mempunyai sertifikat pendidik, berarti dalam hal ini kemendikbud mensyaratkan sertifikasi profesi dalam seleksi PPPK.

Jika tidak disyaratkan khusus, akan minumbulkan kecemasan yang terjadi bilamana guru honor negeri dan bersertifikasi profesi ada yang tidak mencapai Passing Grade (PG) harus siap dipindahtugaskan dari sekolah asal bahkan sampai harus siap ditugaskan menjadi tenaga pendidikan sesuai bahan diskusi Kemendikbud dengan Pemerintah daerah mengenai seleksi Guru PPPK tahun 2021.

Demikian pandangan dan curahan kami teruntuk mas menteri kemdikbud, harapan kami untuk mas menteri dan jajarannya jika ingin menyelesaikan masalah guru honorer di sekolah negeri dan kesejahteraannya, maka dari itu berikan tingkatan kekhususan dalam seleksi PPPK tahun 2021.

Hak kami juga dijamin UUD 1945 untuk dapat diperlakukan secara khusus, serta sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah lainnya.

Kami mohon seleksi PPPK 2021 harus memberikan poin tersendiri memberikan nilai maksimum bagi guru honor sekolah negeri dan sudah memiliki sertifikat pendidik.

Dalam seleksi CPNS tahun 2019 juga bisa diterapkan, kenapa tidak dapat diterapkan dalam seleksi PPPK?

Apalagi ditambah tidak ada seleksi CPNS guru tahun 2021. Semoga harapan mas menteri dan jajaran kemendikbud dalam hal pemerataan guru dapat diselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan masalah pada tahun berikutnya.