Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mengkritisi kebijakan pemerintah membuka rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) besar-besaran tahun ini. Bahkan pemerintah menargetkan paling lambat April, seleksi PPPK dengan formasi satu juta guru itu akan digelar.
"Ini kok pemerintah aneh sekali wong yang tahap satu saja belum selesai sudah buka tahap dua. Jumlahnya gede banget lagi," kata Titi , Kamis (7/1).
Dia mengungkapkan, sampai saat ini baru honorer K2 yang lulus PPPK di Bone dan Luwu telah mengantongi NIP, SK dan surat pernyataan melaksanakan tugas (SPMT). Sisanya belum diusulkan untuk NIP PPPK oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Ada juga yang menunggu verifikasi data oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Apa pemerintah enggak melihat, bagaimana kondisi teman-teman yang lulus PPPK. Mereka sudah berpikir bulan ini resmi bekerja sebagai PPPK. Eh boro-boro diangkat, diusulkan NIP PPPK saja belum, kan kasihan," ucapnya.
Awalnya kata Titi, ada harapan PPPK tahap satu menjadi kelinci percobaan program tersebut. Bila menguntungkan honorer K2, Titi dan kawan-kawannya yang lain akan mendorong masuk PPPK.
Nyatanya, belum merasakan baik buruknya PPPK, pemerintah sudah ambil start duluan.
"Saya dan teman-teman yang lulus PPPK sebenarnya mau merasakan PPPK itu menguntungkan apa merugikan. Bukan sekadar baca teori saja. Jadi bersuara kalau mengalami sendiri akan lebih jelas dalam menjelaskan dan meminta apabila ada kekurangan," bebernya.
"Kalau sudah mau dibuka tahap dua begini bagaimana kami bisa berikan motivasi buat teman-teman yang akan daftar," sambung Titi. Mengapa kata Titi, pemerintah tidak menyelesaikan dulu tahap pertama. Jumlah satu juta guru sangat besar dan angka 51.293 PPPK tahap satu hasil rekrutmen Februari 2019 menjadi sangat kecil. Anehnya, biar kecil toh sampai saat ini belum selesai juga. "Ini kok jadi tumpang tindih begini. Saya jadi pusing juga. Sepertinya asal ada program tidak dengan perhitungan matang yamg penting dapat sisi politisnya," pungkas Titi Purwaningsih.(esy/jpnn)