Ketua forum Guru Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori Usia 35 tahun ke Atas (GTKHNK 35+) Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho menyatakan organisasinya sejak awal telah mempersoalkan rekrutmen guru melalui jalur PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).
Hal itu disampaikan Sigid menanggapi banyaknya pihak yang menganggap penghentian rekrutmen guru CPNS dan dialihkan menjadi PPPK sebagai bentuk diskriminasi terhadap guru dan tenaga kependidikan.
"Sejak berdiri GTKHNK 35+ sudah mempersoalkan hal tersebut. Kami berjuang melalui jalur Keppres PNS," ucap Sigid Senin (11/1).
Dia mengatakan, rata-rata TMT (tanggal mulai tugas) anggota GTKHNK 35+ adalah mulai 1 Januari 2005, karena TMT sebelumnya masuk dalam honorer Kategori II.
Guru honorer yang bertugas di SMPN Satu Atap Cibulan, Kabupaten Kuningan, Jabar ini bahkan mengatakan, posisi mereka sudah tidak dapat mengikuti seleksi CPNS termasuk dipersulitnya proses menjadi PPPK.
"Maka dari itu kami memilih memisahkan diri dengan perjuangan teman-teman kategori II yang lintas instansi, sama seperti perjuangan yang pernah dilakukan oleh bidan PTT hingga mereka berhasil meraih Keppres PNS," jelas Sigid.
Secara pribadi, Sigid menilai program PPPK hampir mirip dengan sistem outsourcing dan sangat tidak cocok diperuntukan bagi para guru.
Terlebih lagi dengan tidak diakomodirnya Tenaga Kependidikan (Tendik) termasuk guru dan tendik di bawah naungan Kemenag dalam rekrutmen PPPK 2021.
"Jelas itu merupakan bentuk diskriminasi serta tidak sesuai dengan asas keadilan dan kemanusiaan," tegas Sigid.
Pihaknya menyebut rekrutmen PPPK 2021 hanya menyelesaikan permasalahan kekurangan guru, tetapi tidak menuntaskan permasalahan guru dan tendik honorer khususnya yang telah berusia 35 tahun ke atas.
Sebenarnya, kata Sigid, kalau ada keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kekurangan guru serta menyelesaikan persoalan guru dan tendik honorer nonkategori usia 35 tahun ke atas dari sekolah-sekolah negeri, itu bukan perkara sulit dengan dibukanya rekrutmen PPPK 2021.
Namun, Sigid mengklaim bahwa mereka juga dipersulit masuk PPPK karena harus bersaing dengan guru-guru dari sekolah swasta dan pelamar umum dari usia 20 tahun.
"Dengan diarahkannya GTKHNK 35+ dalam PPPK merupakan diskriminasi, terlebih masa pengabdian kami yang merupakan bentuk tes nyata di lapangan masih dipandang sebelah mata. Apa sebenarnya dosa kami kepada Republik ini," ujar Sigid mempertanyakan.
Menurut Sigid, GTKHNK 35+ tidak ingin dijadikan utang sejarah bangsa yang belum terselesaikan dari satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan selanjutnya.
Untuk itu GTKHNK 35+ berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyelesaikan permasalahan mereka dengan menerbitkan Keppres PNS.
"Peluang terbitnya Keppres PNS itu tetap ada bagi kami karena yang namanya aturan itu termasuk di dalamnya Keppres dapat lahir bukan hanya melihat faktor yuridis saja, tetapi dapat pula lahir dari faktor filosofis, sosiologis dan politis," pungkasnya.(fat/jpnn)