Puluhan ribu honorer K2 dan tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian (THL TBPP) yang lulus PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) belum mendapatkan NIP serta SK.
Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat, hingga awal Januari 2021 usulan NIP PPPK yang masuk baru 27 ribuan dari 51.293. Dan, yang sudah entry data belum sampai 10 persen.
Minimnya data yang masuk ke BKN membuat proses penetapan NIP PPPK berjalan lambat.
Hingga saat ini baru lima daerah yaitu Bone, Luwu, Kuningan, Pandeglang, dan Toraja yang sudah mengangkat secara resmi PPPK.
Daerah lain yang sudah mengusulkan NIP dan entry data masih menunggu proses verifikasi validasi data oleh BKN.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengungkapkan, penetapan NIP PPPK akan dilakukan bila ada SK dari pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Yang terjadi sekarang BKN belum menerima semua (51.293 calon PPPK).
"SK yang kami terima masih sangat sedikit. Kami sudah meminta daerah segera memasukkan SK usulan penetapan NIP PPPK tetapi masih banyak yang belum mengajukan," kata Bima , Selasa (12/1).
Mengenai verifikasi validasi data calon PPPK yang dinilai honorer K2 berjalan lambat, menurut Bima Haria karena perlu kehati-hatian.
Semua data masuk harus dicek keasliannya. Kemudian dicek apakah formasinya sesuai dengan kelas jabatan, ijazah linier atau tidak. Juga pemeriksaan lainnya.
"Jadi verifikasi validasi ini enggak sekadar formalitas. Badan Kepegawaian Daerah memang sudah melakukan verifikasi, tetapi BKN adalah penyaring akhir sehingga harus hati-hati," terangnya.
Dia menjelaskan, dalam PermenPAN-RB Nomor 72 Tahun 2020 Pasal 20A sudah diatur tentang proses penetapan NIP PPPK. Dimulai dari pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan PPK.
Kemudian keputusan PPK disampaikan kepada kepala BKN untuk mendapatkan NIP PPPK.
Untuk penerbitan NIP PPPK diterima oleh PPK paling lama 25 hari kerja sejak waktu penyampaian.
"BKN punya waktu paling lama 25 hari kerja untuk penetapan NIP PPPK. Kalau berkasnya lengkap, penetapannya cepat. Yang bikin lama itu kan kalau datanya tidak sesuai jadi harus dicek lagi," terang Bima Haria Wibisana. (esy/jpnn)