Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menemukan beberapa kendala selama proses seleksi PPPK Guru 2021 berlangsung. Mulai dari kecemasan guru akibat penyampaian informasi yang kurang optimal hingga soal tes yang dirasa sulit.
Proses seleksi PPPK Guru 2021 saat ini sudah memasuki tahap Seleksi Kompetensi tahap pertama. Ujian telah dimulai sejak Senin, 13 September lalu. Menurut jadwal yang direncanakan, Seleksi Kompetensi akan berakhir pada Jumat, 17 September 2021 dan sesi susulan akan dilaksanakan pada Sabtu, 18 September 2021.
Koordinator Nasional P2G, Satriawan Salim mengungkap, ada setumpuk kendala yang dialami para guru honorer selama proses seleksi berlangsung. Setidaknya, ada lima masalah yang ia catat, sebagai berikut:
1. Penyampaian Informasi Kurang Optimal
Satriawan mengatakan, penyampaian informasi dari Panitia Seleksi ASN Nasional (Panselnas) dirasa kurang optimal, sehingga memunculkan kecemasan di antara para guru.
"Para guru sebenarnya sudah merasa cemas sejak beberapa hari sebelum tes dimulai, sebab kurang optimalnya informasi yang diberikan Panselnas secara online," ucap Satriawan dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
Beberapa masalah yang terjadi di lapangan seperti perubahan jadwal, lokasi tes yang tidak muncul, laman website SSCASN dan gurupppk.kemdikbud.go.id yang sempat tidak bisa diakses, dan kepastian kebijakan afirmasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Untuk jadwal tes yang terus mundur saja sudah membuat guru honorer cemas. Jadi kepikiran, jelas menguras pikiran dan energi, mengingat mereka tetap dituntut wajib melaksanakan tugas mengajar di kelas," paparnya.
P2G menilai ada ketidaksiapan dari Panselnas dalam keberlangsungan proses Seleksi PPPK Guru 2021.
"Semua masalah ini terjadi sampai H-1 sebelum mulainya pelaksanaan Tes, Senin. Bayangkan, gimana mereka nggak stres. P2G melihat ini kayaknya Panselnas tidak siap banget mestinya informasinya itu sudah firm jauh-jauh hari tidak berubah-ubah dan link websitenya siap. Ini laporan dari P2G Kab. Bogor, Karawang, Sidoarjo, Blitar, Aceh Timur, Bima (NTB), dan Ende (NTT)," lanjutnya.
2. Ketidaksesuaian Data Calon Peserta PPPK Guru 2021
Persoalan lain yang ditemukan di lapangan adalah ketidaksesuaian data calon peserta seleksi PPPK Guru 2021. Berdasarkan kasus yang ditemukan, terdapat data guru non aktif namun muncul sebagai calon peserta seleksi.
"Ada juga persoalan guru honorer yang sudah berhenti mengajar alias sudah off sejak 3 tahun lalu, tapi namanya muncul sebagai calon peserta Seleksi P3K, ini kan aneh, berpotensi menyingkirkan guru honorer yang mengajar," terang Satriawan.
3. Kebutuhan Formasi Tidak Sesuai Kondisi Lapangan
Dalam laporan P2G DKI Jakarta ditemukan data bahwa yang menjadi prioritas utama bukanlah mata pelajaran, melainkan sekolah. Pada beberapa kasus, seperti formasi yang disediakan untuk mata pelajaran tidak berdasarkan kebutuhan di lapangan. P2G menilai kebutuhan formasi yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan dapat merusak ekosistem sekolah dan guru.
"Celakanya, data kebutuhan tidak berbasis kondisi lapangan. Ada fakta misalnya, guru sejarah PNS cuma satu dan tahun depan pensiun. Formasi yg dibuka adalah mapel geografi, yang mana jumlah kebutuhan yang sebenarnya hanya 1 tapi tertulis 2. Guru honorer yang ada, sudah satu. Jadi pas sebenarnya," ungkapnya.
"Kalau semisal ingin masuk ikut ujian, maka harus ikut geografi. Artinya si guru harus mengorbankan kompetensi keahlian, bidang studi, dan sertifikasinya. Ini jelas menyalahi UU Guru dan Dosen tentang kompetensi dan profesionalitas guru. Akan mengacaukan kompetensi guru. Dan memaksa guru nantinya untuk kuliah lagi dan sertifikasi ulang, bisa saja terjadi. Rasanya akan merusak ekosistem sekolah dan guru," lanjutnya.
4. Kebijakan Afirmasi Dinilai Tidak Adil
P2G sejak lama konsisten meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk memberikan afirmasi berdasarkan lama mengabdi dan usia. Namun, Kemendikbudristek hanya memberikan afirmasi 15% bagi guru berusia di atas 35 tahun dan mengabdi minimal 3 tahun. Pihaknya menilai kebijakan tersebut tidak adil.
"Lha, ini kan tidak berkeadilan, sebab memukul rata guru honorer yang sudah mengabdi belasan tahun bahkan di atas 20 tahun. Mestinya afirmasi diberikan berdasarkan range lama mengabdi. Simulasinya misal, 3-5 tahun 15%; 6-10 tahun 20%; 11-15 tahun 25%; 16-20 tahun 30%, 21-25 tahun 35%, dst," tegasnya.
P2G terus meminta kepada Kemendikbudristek, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) untuk memberikan tambahan afirmasi bagi guru-guru honorer.
"Mengingat UU ASN NO. 5 Tahun 2014 memerintahkan agar manajemen ASN termasuk PPPK diselenggarakan berdasarkan asas proporsionalitas, akuntabilitas, nondiskriminatif, keadilan, dan kesetaraan," lanjutnya.
5. Soal Tes Seleksi Kompetensi Dirasa Sulit
P2G juga merasa soal yang diujikan dalam Seleksi Kompetensi, khususnya Kompetensi Teknis sulit. Hal tersebut dirasakan oleh mayoritas peserta tes hari pertama, Senin (13/9/2021).
"Mereka melaporkan soalnya jauh dari apa yang mereka pelajari dalam Bimtek/Bimbingan Belajar latihan soal yang diberikan Kemendikbud," terang Satriawan.
Pihaknya juga menilai ambang batas atau passing grade yang ditentukan terlalu tinggi. Ia juga kerap mendapat pertanyaan mengenai ambang batas yang terlalu tinggi untuk mata pelajaran tertentu, sedangkan beberapa mata pelajaran lain relatif di bawahnya.
"Sementara itu, passing grade PPPK untuk Kompetensi Teknis, mengharuskan peserta memenuhi skor minimal sampai 65 persen. ambang batasnya justru lebih tinggi, apalagi ini yang ikut tes kebanyakan -maaf- guru-guru tua, beda dengan CPNS yang berusia di bawah 35 tahun," ucapnya.
"Kami tidak tahu apa alasan panitia membuat ambang batas pelajaran tertentu itu jauh lebih tinggi dibanding lainnya," pungkas Satriawan.