Foto kiriman warga CPNS Pidie mengikuti tahapan seleksi perekrutan CPNS |
Tahun ini Pemerintah Aceh bersama 20 pemerintah kabupaten/kota memperoleh 3470 formasi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS)
Itu artinya menjadi pegawai negeri sipil itu tidak gampang. Dan, karenanya, bagi yang sudah menjadi PNS hendaknya benar-benar menjadi pengabdi yang baik dan memberi kontribusi maksimal dalam usaha pemerintah melayani masyarakat.
Seorang akademisi beberapa waktu lalu mengatakan, ada benang merah antara defisit anggaran, pembengkakan belanja pegawai dan rekrutmen CPNS. Kesulitan keuangan yang akhir-akhir ini semakin dirasakan beberapa pemerintah kabupaten/kota sehingga pada titik ekstrem sering disebut potensial membangkrutkaan pemkab dan pemko, paling utama disebabkan tingginya anggaran belanja pegawai.
Rata-rata lebih dari 60% anggaran daerah (APBK) terserap untuk membiayai kebutuhan pegawai. Sejumlah kalangan menilai tingginya belanja pegawai itu salah satunya karena jumlah PNS yang sangat banyak. Dan, karena itu pula beberapa kabupaten/kota pernah tidak menerima pegawai baru selama beberapa tahun, seperti kota Banda Aceh. Tahun ini juga ada tiga kabupaten/kota di Aceh yang tidak menerima pegawai baru. Tentu mereka memilih memaksimalkan sumber daya yang sudah ada.
Kita setuju atas keputusan tidak menambah pegawai baru jika jumlah pegawai yang ada memang sudah memadai atau bahkan sudah lebih. Sebab, bila penambahan CPNS baru berpotensi menambah beban anggaran, maka tentu tak harus memaksa diri menambah pegawau baru tiap tahun, meski di luar sana ada jutaan orang yang menunggu kesempatan menjadi PNS. Toh, sebenarnya masalah mendasar kepegawaian kita bukan pada kuantitas pegawai, tetapi persoalan kompetensi dan penataannya.
Jadi, apakah moratorium atau apapun istilahnya, pemerintah tampaknya masih perlu waktu untuk memetakan kembali soal kompetensi pegawai khususnya dan penataan birokrasi pada umumnya. Yang paling penting, kebijakan rekrutmen pegawai yang akan dilakukan menjadi lebih bermakna dan tidak diboncengi motif/ekses negatif atau cuma sekadar gula-gula yang tidak memberi arti bagi peningkatan pelayanan publik.
Kemudian, kita juga ingin mengingatkan, bahwa publik melihat organisasi PNS atau birokrasi semata-mata adalah pelayan. Maka, penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi dan efektivitas. Akan tetapi, harus dilihat juga dan indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dan sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik sering memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan.
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan organisasi publik.
Dengan deimikian, kepuasaan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Para pakar mengatakan, keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering tersedia secara mudah dan murah.
Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering dapat diperoleh dan media massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. Maka, selektiflah dalam penerimaan calon birokrat atau pelayan masyarakat! Nah?Aceh Tribun