Rapat dengan Nadiem, Ketua Komisi X Beberkan Beragam Masalah Seleksi Guru PPPK

Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda saat memimpin tim kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR RI ke Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/3/2021). 
     DOK. Kresno/nvl (dpr.go.id)Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda saat memimpin tim kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR RI ke Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/3/2021). Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda membeberkan beragam masalah yang dialami oleh peserta seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, Kamis (23/9/2021).

Syaiful mengatakan, Komisi X DPR telah menerima beragam keluhan dan masukan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis dari para guru terkait pelaksanaan seleksi guru PPPKM.

"Yang pertama, proses seleksi PPPK mendesak untuk dievaluasi mengingat dalam pelaksanaannya terjadi kesimpangsiuran standar prosedur terkait jadwal dan perelengkapan yang dikeluarkan oleh pelaksana pusat," kata Syaiful dalam rapat dengan Nadiem, Kamis.

Syaiful menuturkan, kondisi tersebut membuat banyak peserta yang tidak dapat mengikuti ujian seleksi PPPK dan mengalami perbedaan perlakuan karena kegiatan yang dianggap belum konsistem.

Kedua, kisi-kisi yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek dinilai sangat jauh dari materi soal yang diujikan kepada peserta PPPK.

Kemudian, soal yang bersifat homogen di kompetensi teknis yang diujikan kepada peserta dengan latar belakan pendidikan berbeda membuat peserta dari jenjang sekolah dasar atau guru kelas kesulitan menjawab soal.

Keempat, kata Syaiful, rasio tingkat kesulitan soal dengan jumlah 100 soal dengan durasi waktu 120 menit sangat jauh dari harapan para guru peserta seleksi, terutama untuk soal-soal mengenai pendekatan high order thinking skill yang memerlukan waktu lebih untuk penalaran.

"Modal soal seperti ini belum familiar bagi peserta terutama peserta ujian dengan usia guru tertentu," ujar Syaiful.

Kelima, Syaiful mengatakan, rentang nilai ambang batas atau passing grade sebesar 260-330 dinilai terlalu tinggi.

Passing grade itu dinilai tidak memperhatikan aspek peserta ujian yang terdiri dari guru dan tenaga honorer yang umumnya sudah lanjut usia dan mengabdi lebih dari belasan tahun.

"Hal ini yang perlu didorong adalah perlu penambahan poin afirmasi guru honorer sehingga rentang nilai ambang batas dapat dicapai," kata Syaiful.

Menurut dia, skema penambahan poin dapat dibuka dengan melihat beberapa aspek antara lain dengan mempertimbangkan prestasi guru honorer dan zonasi letak geografis.

Berdasarkan masalah-masalah di atas, Syaiful meminta Nadiem untuk memberi penjelasan soal seleksi PPPK secara komprehensif.

"Karena guru-guru honorer kita yang mencapai setengah juta guru honorer menunggu ingin adanya harapan, perbaikan dan revisi terkait dengan hasil seleksi pada tahap pertama ini," kata Syaiful.kompas