Ilustrasi guru dan murid. Ai Trisnawati menangis saat pengumuman pengangkatan peserta lolos Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) keluar pada 2019 lalu.
Tidak ada namanya dalam daftar tersebut, padahal dirinya lolos seleksi dengan nilai di atas passing grade atau ambang batas minimal.
Ai tidak sendiri, ada 541 tenaga honorer lainnya yang bernasib serupa. Dari total 621 peserta yang lolos, hanya 80 yang diangkat dan mendapat Surat Keputusan (SK) PPPK Kabupaten Pandeglang.
"Kuotanya hanya 80, diambil dari peringkat tertinggi, saya lolos dengan nilai 116, passing grade saat itu 85," Cerita Ai kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (21/9/2021).
Ai mengatakan, seleksi 2019 lalu adalah kali pertama dia mengikuti PPPK, sebelumnya dia beberapa kali mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) namun tidak pernah lolos. Usianya sendiri saat ini sudah 47 tahun.
Ai bercerita, dia mengajar di salah satu SD di Pandeglang sebagai honorer sudah 18 tahun.
Harapan jadi ASN berkali-kali pupus
Seperti tenaga honorer lainnya, Ai berharap betul diangkat jadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Peluang untuk menjadi pegawai negara, hampir didapatkan saat lolos PPPK 2019 lalu, namun pupus karena alasan kuota terbatas.
Pada 2020 lalu, kata Ai, Pemkab Pandeglang pernah diminta usulan oleh Pemerintah Pusat untuk menambah kuota PPPK diambil dari mereka yang lolos seleksi pada 2019 lalu, namun kuota tidak bertambah.
"Alasannya karena tidak punya anggaran, sampai sekarang kami masih memperjuangkan itu, tapi belum dapat titik terang," kata Ai.
Data poin aformasi hilang di BKN
Perjuangan untuk menjadi pegawai PPPK dia lanjutkan dengan mengikuti seleksi PPPK pada 2021. Namun dibayangi kekhawatiran lantaran ada pengurangan poin afirmasi untuk mereka yang sudah pernah mengikuti PPPK dan lolos tahun 2019.
Ai mengatakan, data Tenaga Honorer Kategori (THK) II dirinya dan peserta yang lolos tahun 2019 lalu menghilang di database Badan Kepegawaian Nasional (BKN) sehingga tidak bisa mendapat poin afirmasi sebagai nilai tambahan khusus.
"Data THK II kami hilang di database Badan Kepegawaian Nasional, sehingga terancam tidak dapat nilai tambahan afirmasi, ini bisa memicu gagal lolos karena nilai tes kecil," kata Ai.
Ai berharap 541 peserta PPPK yang lolos seleksi pada 2019 lalu, diproritaskan saat mengikuti PPPK tahun dengan memberikan poin afirmasi sehingga bisa lolos dan diangkat jadi PPPK.
Kuota SK hanya 80 orang
Dikonfirmasi, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta membenarkan hanya 80 peserta yang mendapat SK. Jumlah tersebut, berdasarkan kuota yang dibuka sesuai kemampuan anggaran Pemkab Pandeglang.
"Kerena anggaran tidak ada, kemampuan anggaran kami hanya 80, memang sempat ada penawaran untuk menambah, tapi setelah dirapatkan anggaran tidak ada," kata Fahmi melalui sambungan telepon, Selasa.
Fahmi mengatakan, pihaknya sudah mengupayakan 541 peserta yang tersisa untuk juga diangkat menjadi PPPK.
Upayanya dengan meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB) memprioritaskan mereka untuk mendapat SK pada kuota 2021.
Pada tahun ini, Pemkab Pandeglang membuka kuota PPPK sebanyak 5.027 orang. Sementara pendaftar hanya 4.096.
"Karena pendaftarnya di bawaH kuota, kita minta ke Kemenpan RB dan BKN agar 541 ini diprioritaskan diangkat, hari ini saya baru pulang dari jakarta, mengusulkan prioritas tersebut," kata dia.
Namun, Fahmi tidak menjamin seluruhnya akan diangkat dan ditetapkan menjadi PPPK lantaran kewenangannya ada di Pemerintah Pusat.
"Tahun ini BKD tidak terlibat, memang usulan ada di kami tapi untuk proses seleksi hingga penetapan langsung dari Pusat," kata dia.kompas