P2G: KepmenpanRB No 1169 Tahun 2021 Setengah Hati untuk PPPK Guru Honorer

Mendikbudristek Nadiem Makarim rapat bareng Komisi X DPR. Dalam pemaparannya, Nadiem menjelaskan soal seleksi PPPK guru atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Mendikbudristek Nadiem Makarim rapat bareng Komisi X DPR terkait PPPK Guru 2021. Foto: Andhika Prasetia/detik

Organisasi guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai terbitnya KepmenpanRB No. 1169 Tahun 2021 tentang PPPK Guru 2021 tidak mencerminkan afirmasi tambahan yang diharapkan guru honorer dan jauh dari janji pemerintah, termasuk janji yang pernah diucapkan Mendikbudristek Nadiem Makarim di depan Raker Komisi X DPR RI, 23 September 2021.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, dalam Kepmenpan RB No. 1169 Tahun 2021 membuat kelulusan tes guru PPPK tidak langsung otomatis diberikan kepada guru honorer berdasarkan lama mengabdi.

Poin P2G tentang KepmenpanRB Nomor 1169 Tahun 2021

1. Penggunaan nilai ambang batas sama di Kategori 1 pada PPPK Guru 2021

Sebagai informasi, Diktum Ketiga keputusan MenpanRB tersebut membagi 3 jenis kategori ambang batas menjadi Kategori 1, 2, dan 3.

"Ternyata Panselnas tetap menggunakan Nilai Ambang Batas 1 yang sudah ditetapkan sebelumnya berdasarkan Kepmenpan RB No. 1127 Tahun 2021 sebagai patokan utama kelulusan," jelas Satriwan dalam keterangan tertulis, Kamis (7/10/2021).

Padahal, kata Satriwan, P2G konsisten mengusulkan dan menyuarakan skema afirmasi tambahan berdasarkan lama mengabdi, skema penurunan passing grade atau ambang batas, dan termasuk kelulusan langsung bagi guru honorer K-2 peserta tes PPPK. Ia menjelaskan, usulan tersebut disuarakan mengingat pengabdian para guru honorer yang minimal 17 tahun, bahkan sampai 25 tahun.

"Justru yang selama ini kita kritisi adalah tingginya angka ambang batas bagi guru honorer dalam Kepmenpan RB No. 1127 Tahun 2021. Ternyata sekarang Panselnas tetap menjadikannya sebagai patokan kelulusan pertama, tampak jelas Kemenpan RB dan Kemdikbudristek memang enggak niat mengafirmasi para guru honorer," kata Satriwan.

2. Penurunan nilai ambang batas Kategori 2 tidak termasuk kompetensi teknis

Menurut Satriwan, penurunan nilai ambang batas Kategori 2 hanya berlaku untuk aspek kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara. Sementara itu, aspek kompetensi teknis tidak mengalami penurunan ambang batas.

"Padahal kompetensi teknis ini yang banyak membuat guru honorer tak lulus," ucapnya.

3. Nilai ambang batas Kategori 2 baru dipakai setelah nilai ambang batas 1

Satriwan mengatakan, berdasarkan keputusan tersebut, Ambang Batas 2 baru dipakai jika peserta PPPK di satu sekolah tidak mencapai Ambang Batas Kategori 1. Jika peserta tes PPPK juga tidak mampu mencapai Ambang Batas Kategori 2, barulah digunakan Ambang Batas Kategori 3 dengan aspek Kompetensi Teknis yang nilainya diturunkan.

"Jadi kami melihat, penurunan ambang batasnya dibuat bertingkat atau berlapis. Ada 3 lapis atau 3 jenjang. Semula harapan kami adalah penurunan ambang batas Kompetensi Teknis diberikan di depan lapisan pertama, bukan di lapisan ketiga atau terakhir. Ini namanya afirmasi setengah hati," lanjut Satriwan kecewa.

4. Afirmasi bagi guru honorer tua tidak termasuk kompetensi teknis

Satriwan menuturkan, P2G menilai Diktum Kelima dan Keenam lebih menyedihkan. Menurutnya, diktum tersebut secara eksplisit menjelaskan afirmasi bagi guru honorer berusia minimal 50 tahun hanya berupa pengurangan ambang batas untuk aspek kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara.

"Padahal honorer tua ini banyak tak lulus di aspek kompetensi teknis yang ambang batasnya tinggi, bahkan lebih tinggi dari ambang batas tes CPNS Guru 2018. Semestinya kompetensi teknis yang dikurangi di depan atau langsung di kategori lapisan pertama," katanya.

5. Akibat penggunaan nilai ambang batas Kategori 1

Satriwan menambahkan, Diktum Kedelapan menjelaskan kelulusan akhir pada seleksi PPPK ditentukan berdasarkan peringkat terbaik atau nilai tertinggi berdasarkan Ambang Batas Kategori 1 yang dinilai P2G sangat tinggi. Sebagai informasi, nilai ambang batas Kategori 1 masih sama dengan nilai ambang batas dari keputusan sebelumnya di Kepmenpan RB No. 1127 Tahun 2021.

Menurutnya, akibat diktum tersebut yakni jika di satu sekolah ada peserta guru honorer tua (K-2) bersaing dengan guru honorer muda di bawah 35 tahun, yang 35 tahun ini mampu meraih nilai ambang batas 1, jelas yang lolos adalah honorer muda, walaupun pengabdiannya baru beberapa tahun saja.

"Diktum Kedelapan jelas-jelas mencerminkan tidak adanya keberpihakan pemerintah kepada guru honorer K-2 atau tua, yang sudah mengabdi belasan tahun bahkan sampai 25 tahun. Masa mereka diadu dengan yang muda-muda. Menegasikan portofolio, pengalaman, dan achievement honorer tua, karena kalah nilai tes dengan yang muda," kata guru SMA ini.

Satriwan mengatakan, P2G awalnya berharap MenpanRB, Mendikbudristek, Menag, dan BKN memberikan kado istimewa PPPK di Hari Guru Internasional yang baru diperingati 5 Oktober lalu dan Hari Guru Nasional yang akan sama-sama diperingati November mendatang.

Sebab, lanjutnya, afirmasi berkeadilan dan non-diskriminatif sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN adalah afirmasi yang mempermudah jalan hidup guru honorer K-2 dan tua. Afirmasi itu diharapkan juga datang dari PPPK Guru 2021.

"Tapi ternyata guru honorer mendapatkan kado pahit di hari guru. Pemerintah lagi-lagi belum berpihak kepada guru, khususnya guru honorer. Afirmasi yang jauh dari rasa keadilan atas pengabdian," pungkas Satriwan.

(twu/nwy) detik