Ketum FGHNLPSI Heti Kustrianingsih bersama murid-muridnya. Foto dokumentasi pribadi
Ketua Umum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih bersuara lantang mengkritisi aturan afirmasi seleksi PPPK guru.
Dia tidak terima pemerintah hanya memperhitungkan sertifikat pendidik (serdik) dalam pemberian afirmasi. Sebaliknya, masa kerja honorer tidak diperhitungkan dengan dalih sistemnya belum ada.
Dalam PermenPAN-RB Nomor 28 Tahun 2021, peserta berserdik mendapatkan afirmasi kompetensi teknis 100 persen atau 500 poin.
"Ini aturan gila. Masa sih, masa kerja dikalahkan serdik," ujar Heti, Rabu (15/12).
Dia juga meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim bersama para stafnya untuk melihat kembali regulasi yang sudah dibuat pemerintah terkait afirmasi PPPK.
Sebab, ada aturan hanya kepala Dinas Pendidikan, kepala daerah, dan ketua yayasan yang bisa memberikan rekomendasi bagi guru untuk mendapatkan Serdik.
Sementara, sebagian besar guru honorer negeri diangkat oleh kepala sekolah. Otomatis, mereka tidak bisa mendapatkan serdik.
Heti mengakui ada juga guru honorer negeri yang mengantongi serdik. Namun, mereka bekerja dua kaki. Artinya, terdaftar di sekolah negeri dan swasta.
"Apa Mas Nadiem dan para dirjennya tahu kalau guru honorer negeri itu main petak umpet," serunya.
Dia mengatakan para guru honorer negeri yang mengajar di sekolah swasta dan sudah mendapatkan serdik bisa kembali lagi ke asalnya di sekolah negeri, begitu ada tanda-tanda akan ada rekrutmen ASN PPPK.
Perpindahan itu sangat memungkinkan karena Dapodik hanya mencatat guru honorer itu pertama kali terdaftar sebagai pendidik di sekolah mana. Walaupun praktiknya, yang bersangkutan hanya sebentar mengabdi di sekolah negeri dan lebih banyak di swasta.
"Itu yang banyak terjadi sekarang. Guru swasta bisa lulus tahap satu, setelah dicek dia terdaftar pertama kali di Dapodik sebagai guru honorer negeri," ucap Heti.
Aturan-aturan itulah menurut Heti yang membuat rekrutmen PPPK guru tahap I kacau balau. Guru honorer negeri yang setia mengabdi, dikalahkan oleh guru swasta berlabel negeri.
Guru honorer asal Kota Cilegon itu menyadari keputusan guru honorer negeri beralih ke swasta karena berharap mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Dengan TPG, mereka bisa mendapatkan tambahan penghasilan.
Namun, Heti berharap pemerintah menghargai guru honorer negeri yang setia mengabdi dan tidak mendua. Sebab, mereka bekerja bertahun-tahun dengan gaji sangat minim, sekitar Rp 500 ribu per bulan.
"Kalau peserta berserdik bisa mendapatkan afirmasi full, kami juga minta masa kerja guru honorer tetap diperhitungkan dalam seleksi PPPK guru. Tahun 2021 mungkin sulit, tetapi tahun depan harus bisa," ujar Heti Kustrianingsih. (esy/jpnn)