Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada lagi tenaga honorer di tiap instansi pemerintah pada 2023 mendatang.
Keputusan tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang menyatakan pegawai non-PNS di instansi pemerintah melaksanakan tugas paling lama hingga 2023.
"Terkait tenaga honorer, melalui PP diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan tahun 2023," kata Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (21/1/2022)
Rekrutmen tenaga honorer, terutama di pemerintah daerah sendiri memang menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah. Padahal, dalam aturan sudah jelas ada larangan rekrutmen tenaga honorer.
Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) 48/2005, dan Pasal 96 PP 49/2018.
Tjahjo menegaskan instansi pemerintah akan diberikan kesempatan dan batas waktu hingga 2023 mendatang untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang diatur melalui PP.
"Adanya rekrutmen tenaga honorer yang terus dilakukan mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah. Hal ini juga membuat permasalahan tenaga honorer menjadi tidak berkesudahan hingga saat ini," katanya.
"Oleh karenanya, diperlukan kesepahaman ataupun sanksi bagi instansi yang masih merekrut tenaga honorer," pungkas Tjahjo.
Tjahjo mengungkapkan status pegawai pemerintah terhitung sejak 2023 hanya ada dua kategori yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Untuk memenuhi pekerjaan yang sangat basic seperti cleaning service, security dan lain-lain disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya dengan biaya umum dan bukan biaya gaji," kata Tjahjo.
Selain honorer, pemerintah juga berencana mengurangi jumlah PNS. Isu pengurangan abdi negara memang telah mengemuka sejak 2016, saat gagasan e-government mulai diimplementasikan sebagai sistem pelayanan publik terintegrasi.
Pemerintah sadar, persoalan utama yang selama ini menjadi kendala adalah birokrasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah bersuara terkait hal ini.
"Saya sudah perintahkan ke MenteriPANRB agar birokrasi diganti dengan artificial intelligence. Kalau diganti artificial intelligence birokrasi kita lebih cepat. Saya yakin itu," kata Jokowi, November 2019 lalu.
Dua pekan setelah pernyataan itu, Jokowi menegaskan keinginannya membuat sistem birokrasi yang cepat, sederhana, dan tak bertele-tele. Pergantian jabatan struktural dengan robot bukan mustahil untuk dilakukan. Jokowi menilai, kecerdasan buatan akan membuat pelayanan birokrasi semakin sederhana.
"Dengan big data yang kita miliki, jaringan yang kita miliki, memutuskan akan cepat sekali kalau kita pakai AI," katanya.
Berdasarkan catatan BKN, jumlah PNS per 30 Juni 2021 adalah 4,08 juta orang. Porsi terbesar adalah instansi daerah dengan angka 77% atau 3,1 juta orang. Jumlah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Indonesia mencapai 49 ribu orang dengan komposisi terbesar di daerah sebanyak 95% atau 47 ribu.
Aoalagi, pemerintah memastikan pada tahun ini akan fokus merekrut PPPK, sekaligus memastikan tidak ada formasi CPNS yang tersedia dalam seleksi rekrutmen.