Dia menyatakan kebijakan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK sangat merugikan sekolah swasta.
Sebagai contoh, dampak penarikan guru PPPK sangat mengganggu sekolah swasta, seperti SMK PK (Sekolah Menengah Kejuruan Program Keunggulan).
"Dengan ditariknya guru-guru yang berkualitas, program keunggulan tersebut tentulah sangat terdampak dan akan kesulitan direalisasikan," ujar Ki Saur dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR RI dengan Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia, Selasa (18/1).
BMPS mempertanyakan mengapa selama ini dosen-dosen DPK, yang notabene adalah dosen PNS bisa mengajar dan bertugas di perguruan tinggi swasta. Mengapa untuk di tingkat pendidikan dasar dan menengah guru tidak diperbolehkan mengajar disekolah swasta.
Ki Saur mengungkapkan BMPS di masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota telah bergerak bersama menyampaikan aspirasinya melalui DPRD dan Dinas Pendidikan agar kebijakan pemerintah terkait guru yang lulus PPPK bisa ditinjau kembali.
Dia menyebutkan sekolah swasta saat ini sangat kesulitan, apalagi dengan dikeluarkannya kebijakan PPPK yang baru, makin mempersulit sekolah swasta.
"Sekolah swasta ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, kemudian digigit anjing pula. Dibawa ke rumah sakit penuh dengan pasien Covid-19," ucapnya.
Dia melanjutkan, bila guru PPPK tetap ditempatkan di sekolah swasta, merupakan investasi pemerintah di bidang pendidikan.
Biaya yang dikeluarkan masih belum sebanding dengan manfaat yang dipetik dalam memajukan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa.
"Kami berharap guru-guru kami yang sudah lulus PPPK 2021 jangan ditarik ke sekolah negeri. Biarkan mereka tetap mengabdi di sekolah swasta," pungkas Ki Saur Panjaitan. (esy/jpnn)