Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyampaikan regulasi berupa Permendikbudristek itu sangat penting agar menjadi payung hukum bagi guru honorer tersebut.
"Sejak awal kami sudah mengingatkan Mas Nadiem (Mendikbudristek) akan hal ini. Sekarang kejadian kan, banyak guru honorer yang lulus passing grade, tetap tidak lolos PPPK karena formasinya terbatas," kata Syaiful , Kamis (27/1).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan pernyataan Nadiem dalam rapat kerja Komisi X DPR pada 19 Januari itu harus dituangkan dalam regulasi agar tidak terkesan hanya sekadar formalitas dan janji semata.
Menurutnya, jika Permendikbudristek dirasa lama pilihan lainnya berupa surat keputusan bersama (SKB) antara Kemendikbudristek, KemenPAN-RB, Kemenkeu, dan Kemendagri.
SKB ini penting agar semua instansi tidak saling lempar handuk, sehingga membuat masalah ini berlarut-larut.
"Guru honorer yang telah mengikuti seleksi PPPK 2021 dan lulus passing grade harus mendapatkan formasi tanpa ujian kembali. Poin itu harus masuk dalam Permendikbudristek atau SKB," tegasnya.
Hal pokok lainnya adalah kepastian alokasi anggaran gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari APBN dengan skema DAU yang jelas.
Syaiful melihat masalah PPPG guru tahap pertama dan kedua ini ada karena Pemda ragu mengajukan formasi sebanyak-banyaknya.
Pemda takut tidak mampu membayar gaji PPPK karena diikat aturan bahwa nominal setara PNS.
Atas nama Komisi X DPR, Syaiful mendesak pemerintah agar kebijakan-kebijakan seleksi PPPK guru dikoordinasikan dan disampaikan dengan baik oleh satu kementerian.
"Ini agar ada kepastian dan tidak saling bertentangan, terutama dalam hal kepastian anggaran serta formasi PPPK di daerah," pungkas Syaiful Huda. (esy/jpnn)