Ribuan guru swasta bersertifikat pendidik berpindah ke sekolah negeri dan menggantikan guru honorer di sekolah negeri. Mereka menggantikan guru honorer sekolah negeri yang tidak lulus seleksi.
JAKARTA, KOMPAS — Seleksi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK bertujuan menuntaskan persoalan guru honorer di sekolah negeri. Namun, dalam implementasinya seleksi terbuka untuk formasi PPPK ini menimbulkan masalah. Setelah rekrutmen tahap dua, ribuan guru swasta bakal berpindah menjadi guru di sekolah negeri, bahkan menggantikan guru honorer sekolah negeri yang tidak lulus seleksi.
Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Saur Panjaitan di Jakarta, Kamis (6/1/2022), mengatakan, keluhan soal guru swasta bersertifikat pendidik yang lulus seleksi PPPK tahap 2 disampaikan banyak sekolah dan organisasi masyarakat pendidikan yang memiliki sekolah swasta.
”Di satu sisi, sekolah swasta senang karena para guru swasta bisa berkompetisi dan diterima menjadi PPPK. Tapi, kebijakan bahwa guru swasta harus mengajar di sekolah negeri membawa masalah yang tidak terpikirkan dari kebijakan PPPK ini,” kata Saur yang juga Panitera Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Menurut Saur, BMPS yang merupakan wadah bagi penyelenggara sekolah swasta berusaha agar kebijakan rekrutmen PPPK tidak hanya untuk mengisi formasi sekolah negeri. Kenyataannya, seleksi terbuka PPPK untuk menuntaskan persoalan guru honorer di sekolah negeri menjadi tidak tuntas.
Kini, ribuan guru swasta bersertifikat pendidik justru berpindah ke sekolah negeri dan menggantikan guru honorer di sekolah negeri yang ada. Padahal guru honorer yang tergeser sudah mengabdi lama di sekolah negeri dengan surat pengangkatan kepala sekolah.
”Kami dari BMPS seluruh Indonesia berusaha untuk bisa meminta kepada Kemendikbudristek supaya bisa memikirkan kepentingan sekolah swasta juga. Tidak ada ruginya menempatkan guru swasta yang lolos PPPK di sekolah asal. Yang dilayani sama-sama anak bangsa,” ujar Saur.
Ketua Forum Kepala Sekolah SMP DKI Jakarta Maringan Tampubolon mengatakan, pihak sekolah swasta awalnya kurang menyadari implikasi jika guru mereka yang bersertifikat pendidik lulus seleksi PPPK.
”Ternyata sekarang mulai sadar bahwa di semester yang berjalan ini banyak sekolah swasta yang akan kekurangan guru. Padahal, bukan hal yang mudah bagi sekolah swasta berbiaya ekonomis mencari guru pengganti,” ujar Maringan.
Menurut Maringan, sangat miris dan prihatin memperhatikan banyak guru honorer sekolah negeri yang sudah berjuang sebagai guru honorer, tapi harapan mereka pupus untuk bisa bermartabat dan sejahtera hanya karena kebijakan perekrutan PPPK yang memiliki kelemahan-kelemahan yang dampaknya fatal pada pelaksanaan pendidikan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
”Sekolah swasta pasrah saja pada kebijakan dan kekuasaan pemerintah. Meskipun ada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), perhatian pemerintah pada sekolah swasta jauh dari memenuhi amanat UU Sisdiknas tersebut,” ujar Maringan.
Maringan mengatakan, sistem perekrutan guru PPPK dengan pendaftaran secara daring tidak memerlukan tanda tangan kepala sekolah dan yayasan. ”Jadi belum tentu kepala sekolah atau yayasan tahu hal ini. Sadarnya ketika guru pamit tidak mengajar lagi karena diterima PPPK,” kata Maringan. Peta guru pada sekolah negeri tahun 2021 berdasarkan data Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek.
Sementara itu, Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Wijaya mengatakan, pengangkatan guru PPPK sebenarnya merupakan buah perjuangan sebagai jalan tengah untuk menuntaskan persoalan guru honorer di sekolah negeri. Sebab, guru honorer yang berusia di atas 35 tahun dengan pengabdian lama tidak bisa ikut rekrutmen pegawai negeri sipil.
”Kami menyayangkan afirmasi untuk masa pengabdian guru honorer tidak diperhitungkan. Ketika seleksi di tahap kedua yang terbuka diikuti guru swasta dan sarjana pendidikan yang bersertifikat pendidik, guru honorer sekolah negeri jadi tersingkir,” kata Wijaya.
Afirmasi diperuntukkan bagi guru bersertifikat pendidik 100 persen atau mendapat poin 500. Padahal, guru swasta lebih mudah mendapat sertifikat pendidik hanya dengan surat keputusan yayasan.
Sebaliknya, meskipun guru honorer di sekolah negeri sudah lama mengabdi belasan tahun, mereka tetap sulit mendapat sertifikat pendidik karena pengangkatannya hanya berdasarkan surat keputusan kepala sekolah.
Kami dari PGRI saja banyak kehilangan guru yang bersertifikat. Dari Muhammadiyah informasinya ada sekitar 6.000 guru, juga dari sekolah swasta Katolik, Kristen, Tamansiswa, dan lainnya.
”Kami dari PGRI saja banyak kehilangan guru yang bersertifikat. Dari Muhammadiyah informasinya ada sekitar 6.000 guru, juga dari sekolah swasta Katolik, Kristen, Tamansiswa, dan lainnya. Kami meminta dukungan ke Komisi X DPR supaya guru swasta yang lulus PPPK tetap bisa ditempatkan di sekolah asal untuk membantu sekolah swasta,” ujar Wijaya.
Terus berjuang
Secara terpisah, Ketua Umum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih mengatakan, kebijakan PPPK untuk menuntaskan guru honorer di sekolah negeri harus adil. Saat ini ribuan guru lulus passing grade tahap I seleksi PPPK, tapi tidak ada formasi akibat pemerintah lebih mengutamakan pengangkatan guru di sekolah induk. Nasib mereka kini terkatung-katung.
”Kami para guru honorer yang sudah lama mengabdi di sekolah negeri, meskipun lulus passing grade di tahap I, tetap sulit dapat formasi. Di tahap II kami dikalahkan banyak guru swasta yang sudah mendapat sertifikat pendidik dan sarjana pendidikan yang juga sudah bersertifikat pendidik. Ini sungguh tidak adil dan kami akan terus berjuang, tapi sampai sekarang belum ada dukungan dari pemerintah maupun DPR,” kata Heti, guru honorer di salah satu SD negeri di Cilegon, Banten. Menurut Heti, para guru honorer sekolah negeri lulus passing grade tahap I perlahan-lahan ”didepak” dari sekolah. Setelah pengumuman seleksi PPPK tahap II para guru swasta yang mendapat afirmasi tinggi dari sertifikat pendidik mulai menggantikan guru honorer sekolah negeri yang tidak lulus di tahap kedua.
Heti mengatakan, meskipun lama mengabdi di sekolah negeri, para guru honorer sulit mendapatkan sertifikat pendidik. Sebab, guru honorer di sekolah negeri hanya berdasarkan pada surat keputusan (SK) kepala sekolah, yang tidak bisa dipakai sebagai dasar pemberian sertifikasi.
Sebaliknya, guru swasta lebih mudah mendapat sertifikat pendidik asal ada surat keputusan yayasan sebagai guru tetap. Para guru yang memiliki sertifikat pendidik mendapatkan tambahan satu kali gaji setara guru PNS.
”Sungguh sedih hati ini, kesempatan PPPK yang jadi harapan bagi para guru honorer di sekolah negeri tidak juga bisa kami dapatkan. Hanya tinggal menunggu waktu. Para guru honorer yang sudah lama mengabdi tersingkir oleh guru swasta bersertifikat pendidik dan sarjana baru lulusan pendidikan profesi guru,” kata Heti.