Situasi perpindahan guru sekolah swasta ke sekolah negeri setelah lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dinilai sebagai hal lumrah dan wajar. Hal tersebut merupakan bagian awal dari proses perbaikan kualitas pendidikan nasional sekaligus memastikan jaminan kesejahteraan seorang guru dengan ukuran mutu dan kompetensi yang tepat.
Pengamat Pendidikan Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto menuturkan sejak awal rekrutmen ini memiliki tujuan terkait kuantitas dan kualitas pendidikan. Dari sisi kuantitas, rekrutmen PPPK bertujuan menambah jumlah guru agar sesuai kebutuhan. Adapun dari sisi kualitas seleksi ini untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus kesejahteraan guru agar lebih terjamin.
Menurut dia, secara tidak langsung hasil tes tersebut menyimpulkan bahwa selama ini guru honorer sekolah swasta banyak yang memiliki kompetensi dan kualitas lebih baik. “Seleksi guru honorer atau siapa pun yang ingin menjadi guru dengan status PPPK menunjukkan bahwa ukurannya adalah mutu atau kompetensi dari guru tersebut,” ujar Totok, Senin (17/1/2022).
Selama ini kesejahteraan guru di sekolah swasta yang belum modern kerap kurang memadai. Contohnya, upah guru sekolah swasta dihitung berdasarkan jam mereka mengajar saja. Akibatnya, guru swasta tidak akan mendapatkan upah saat mereka melakukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas karena dinilai berada di luar jam kerja. Itulah salah satu penyebab guru sekolah swasta kesulitan.
Dia juga sepakat rekrutmen pegawai untuk profesi guru di mana pun harus mengutamakan mutu sesuai standar seleksi dan bukan hanya masa kerja saja. Selain itu, perlu pemetaan baik di sekolah negeri maupun swasta yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah untuk mengetahui kompetensi guru sehingga kebijakan dari proses rekrutmen bisa lebih tepat.
Seleksi guru PPPK harus menjadi momentum meningkatkan mutu guru. Negara tidak semestinya membayar guru yang sebenarnya tidak kompeten karena akan berbahaya bagi masa depan anak dan bangsa Indonesia.
“Saya setuju semuanya harus diseleksi sehingga tidak bisa hanya masa kerja diterima terus diangkat menjadi PPPK. Kalau memang tidak kompeten menjadi guru lebih baik mencari profesi lain,” kata Totok.
Namun, dia menyarankan pemerintah dan pihak terkait mencarikan solusi agar tidak terjadi gangguan proses pendidikan di sekolah swasta akibat seleksi PPPK yang dilakukan serentak. Di luar itu, perlu juga perubahan paradigma untuk mendorong pemerintah memerhatikan sekolah swasta yang dikelola yayasan untuk bisa bersama memecahkan masalah pendidikan nasional.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Katmoko Ari Sambodo mengatakan, saat ini pemerintah baru menyelesaikan Tahap 2 dari 3 tahap seleksi PPPK guru. Seleksi Tahap 3 rencananya bisa diikuti para guru yang belum lulus seleksi Tahap 1 dan 2.
“Pesertanya antara lain guru honorer negeri yang tidak lulus tes Tahap 1 dan 2, guru swasta dan lulusan pendidikan profesi guru yang tidak lulus Tahap 2 ditambah guru honorer negeri maupun peserta yang tidak punya formasi di daerahnya,” ujar Katmoko.
Seleksi PPPK guru Tahap 3 juga memiliki jangkauan lebih luas dan formasi yang tersedia cukup banyak. Dengan demikian, peluang guru honorer untuk masuk akan lebih besar.
(jon)