Dampak negatif rekrutmen PPPK 2021 dirasakan sebagian guru swasta. Ilustrasi Foto: Ama Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengungkapkan keprihatinannya atas kasus pemecatan yang menimpa para guru swasta.
Mereka diberhentikan oleh pihak yayasan karena sudah lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), padahal belum resmi diangkat.
"Komisi X sangat prihatin dengan nasib para guru swasta yang lulus PPPK 2021. Belum resmi diangkat mereka sudah dipecat dari sekolahnya mengajar," kata Fikri , Selasa (19/4)
Data Kemendikbudristek menyebutkan, guru honorer yang lulus PPPK 2021 sebanyak 293.860 orang.
Dari jumlah tersebut sebanyak 41.619 merupakan guru swasta.
Ironisnya, lanjut Fikri, ketika mereka sudah dinyatakan lulus, yayasan mulai memberhentikan para guru swasta ini.
Langkah yayasan ini bisa dimaklumi Fikri. Sebab, yayasan harus secepatnya mencari guru pengganti dan kemudian melatihnya.
Jika harus menunggu guru swasta resmi diangkat menjadi PPPK, oleh sebagian yayasan dinilai sia-sia. Sebab, mereka tetap akan meninggalkan sekolahnya dan pindah ke sekolah negeri.
Fikri prihatin karena ketika dipecat, otomatis para guru swasta tidak punya penghasilan. Sementara, mereka harus menafkahi keluarga.
Inilah, kata Fikri, sisi negatifnya dari seleksi PPPK 2021. Seharusnya pemerintah memberikan insentif kepada para guru swasta itu. Seperti yang dilakukan salah satu perguruan tinggi di Thailand.
"Di Thailand, perguruan tingginya menanggung biaya hidup mahasiswa Indonesia yang melahirkan. Kenapa di Indonesia, guru swastanya dibiarkan sendiri menanggung beban hidupnya," ucapnya.
Memang, kata Fikri, masih ada yayasan yang baik dan tetap mempekerjakan guru swasta yang lulus P3K. Namun, jumlahnya masih kalah banyak dengan guru swasta yang sudah dipecat.
"Ini harus jadi bahan evaluasi Kemendikbudristek. Jangan selalu banggakan prestasi merekrut ratusan ribu PPPK, tetapi dampaknya tidak dipikirkan," pungkas Abdul Fikri Faqih. (esy/jpnn)