Provinsi Isyaratkan Tak Lagi Usul Formasi Guru PPPK Gegara Bebani APBD

 ILUSTRASI/ Kantor Gubernur Sulsel






















Foto: Kantor Gubernur Sulsel (Noval Dhwinuari Antony-detik)
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengisyaratkan tak akan lagi mengajukan formasi atau kuota untuk rekrutmen guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) lantaran penggajiannya dibebankan ke daerah. Padahal anggaran gaji guru PPPK cukup besar sehingga membebani APBD.

"Kalau kami guru (PPPK) sepertinya tidak lagi. Sudah cukup. Kemungkinan besar tidak akan mengusulkan ke pusat. Kemungkinan usulan PPPK hanya tenaga kesehatan. Bulan April ini kita sudah masukkan usulannya," ungkap Kepala BKD Sulsel Imran Jauzi saat dikonfirmasi detikSulsel, Rabu (13/4/2022).

Untuk diketahui, Kemendikbud berencana membuka lagi rekrutmen PPPK tahap 3 tahun ini. Namun Pemprov Sulsel pikir-pikir untuk mengajukan tambahan formasi guru PPPK karena pertimbangan anggaran. Pemprov akan menambal kekurangan guru dengan cara lain.

"Kita masih bisa merekrut guru honorer karena pengaturannya tersendiri. Penggajiannya juga tidak hanya dari APBD," tuturnya.

Skema pengangkatan di luar PPPK dinilai lebih efisien dan hemat anggaran. Pasalnya untuk guru PPPK standar gajinya Rp 2,9 juta. Sementara untuk guru honorer hanya Rp 1,5 juta.

"Jadi ada selisih besar. Sekolah jika butuh guru mendesak maka bisa pakai dana BOS atau menggunakan dana komite juga bisa," jelasnya.

Untuk diketahui, Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) dinilai kewalahan menutupi gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Legislator DPRD Sulsel lantas meminta perekrutan PPPK tak perlu dilanjutkan bila terus-terusan membebani APBD.

"Ini berat ditanggung daerah. Jadi evaluasinya di 2022, jika tahun berikutnya (masih) dibebankan ke APBD, Sulsel tidak usah lanjutkan PPPK," ungkap anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulsel Selle KS Dalle kepada detikSulsel, Selasa (12/4).

Selle menilai kisruh PPPK ini terjadi akibat pemerintah pusat tidak konsisten. Pasalnya anggaran PPPK sebelumnya dijanjikan ditanggung APBN, namun setelah rekrutmen, peserta seleksi dinyatakan lulus ternyata dibebankan ke APBD.

"Akhirnya muncul masalah karena APBD pokok 2022 sudah ditetapkan tiba-tiba keluar kebijakan bahwa PPPK menjadi tanggungan APBD. Ini membuat para kepala daerah di Sulsel kelimpungan," tuturnya.

Sehingga dia menilai, kepastian anggaran PPPK ini akan menjadi persoalan nantinya. Apalagi anggaran PPPK sangat besar karena tunjangan dan gajinya sama dengan PNS. Hanya uang pensiun yang membedakan.

"Kalau anggaran PPPK tidak jelas, bagaimana kontrak PPPK ini bisa berlanjut ke depan. Anggaran khusus PPPK hanya angin surga pemerintah pusat yang menjadi angin puting beliung bagi daerah," tuturnya.

Ketua Komisi A DPRD Sulsel ini mencontohkan, Pemkab Bone kini kelimpungan mencari dana untuk membayar PPPK. Pemkab Bone harus menyiapkan anggaran Rp 380 miliar khusus untuk PPPK.

"Kondisi di Bone ini hampir jadi keluhan juga di semua daerah setiap kali kami turun. Makanya banyak daerah tidak mengambil semua kuota PPPK karena kekhawatiran anggaran seperti sekarang ini," tuturnya.

Dia menilai kucuran APBN yang disampaikan pemerintah pusat hanya janji semata. Anggaran katanya dialokasikan lewat DAU, nyatanya DAU tidak bertambah. Padahal daerah sudah telanjur merekrut PPPK.

"DAU yang ada, itu sudah jelas programnya. Kalau DAU tidak ditambah ini berarti memang tidak ada anggaran khusus untuk PPPK. Daerah yang dibebani," tegasnya. (tau/sar)detik