Menurut dia, cukup banyak pemerintah daerah yang mengontrak PPPK tidak berdasarkan usia honorer, tetapi disamaratakan satu tahun.
Ironisnya, lanjut Sanur, kontrak satu tahun hanya uji coba sehingga merugikan honorer. Sebab, sewaktu-waktu kontrak bisa diperpanjang, tetapi berpeluang dihentikan.
Dia mengatakan seharusnya pemda memahami Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK yang mengatu soal masa kontrak minimal satu tahun dan maksimal lima tahun.
Artinya, lanjut Sanur lagi, pemda sebenarnya bisa mengambil lima tahun, apalagi kalau usia honorer masih jauh dari batas usia pensiun (BUP).
"Faktanya, pemda mengambil masa kontrak kerja satu tahun, padahal cukup banyak yang usianya masih jauh dari BUP," kata Sanur , Rabu (11/5).
Menurut dia, apa penyebab yang membuat pemda memilih kontrak satu tahun masih harus digali lagi karena diduga ada beberapa faktor.
Dia mengatakan bisa saja karena anggaran gaji PPPK guru hanya berlaku satu tahun.
Bisa juga anggaran gaji PPPK yang ditransfer pusat lewat dana alokasi umum (DAU) dialihkan ke lainnya oleh pemda.
Selain itu, apakah anggaran gaji PPPK yang ditransfer pemerintah hanya 50 persen dari total anggaran, sehingga diperlukan pemerataan penetapan hanya satu tahun kontrak.
"Itu yang kami belum tahu jawabannya," ucapnya.
Sanur menyebutkan cukup banyak pemda yang menetapkan Surat Pernyataan Menjalankan Tugas (SPMT) PPPK per Mei.
Dia menduga itu juga alasan pemda mengulur-ulur penetapan NIP PPPK dan penyerahan SK.
Sebab, pemda takut terbebani dengan gaji, THR dan gaji ke-13.
"Jadi, banyak spekulasi yang menyebabkan tertundanya penyerahan SK di awal Februari 2022, tetapi semuanya bersumber pada DAU," ucapnya. (esy/jpnn)