Anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Gerindra itu menilai program 1 juta PPPK guru hanya digembar-gemborkan seolah-olah pemerintah telah membuat gebrakan besar, padahal anggarannya tidak ada.
Sebab, faktanya daerah juga yang diharuskan menanggung gaji dan tunjangan PPPK guru.
Dia menyebutkan program 1 juta PPPK guru merupakan hasil keputusan politik.
Awalnya, antara Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sepakat untuk mengangkat seluruh guru honorer menjadi PPPK.
Tadinya, kata Djohar Arifin, Komisi X DPR meminta supaya guru honorer diangkat langsung, dan hanya didasarkan pada masa kerja. Namun, Kemendibudristek menyatakan tidak boleh karena bertentangan dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
"Kami setuju dengan catatan formalitas saja. Nyatanya, prosesnya jadi seribet ini," kata Prof Djohar, Sabtu (7/5).
Ironisnya, lanjut Djohar, dari 173 ribuan peserta yang lulus PPPK guru tahap I, yang sudah diberikan SK PPPK baru 90 ribuan.
Malah, ada 193 ribuan guru honorer lulus passing grade, tetapi tidak kebagian formasi.
Dari serentetan kejadian tersebut, Prof Djohar menilai pemerintah berupaya untuk tidak mengangkat seluruh guru honorer.
Kendala utamanya adalah anggaran minim.
Dia menyarankan pemerintah untuk bertobat.
Jangan membuat intrik-intrik yang menambah penderitaan guru honorer.
"Jangan mempermainkan hati guru honorer yang setia mengabdi dengan gaji Rp 200 ribu per bulan," pungkas Prof Djohar. (esy/jpnn)