Dalam aksinya, ribuan pegawai ini mengenakan seragam PNS warna cokelat dan sebagian lainnya mengenakan seragam PGRI, Jakarta, (15/10/14). Faizal Fanani)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan tidak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik pegawai non-aparatur sipil negara atau Pegawai non-PNS.
Saat ini, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya.
"Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama," tegas Mahfud MD yang menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ad interim.
Penegasan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non-PNS di Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.
Tentu, dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU Nomor 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.
Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan terkait pegawai non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, pegawai non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai PNS.
Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini diantaranya adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.
"Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023," ungkap Mahfud.
Sanksi
Minta Jadi PNS, Ribuan Tenaga Honorer Kepung Istana Negara
Ribuan pegawai honorer menggelar aksi longmarch dari patung kuda menuju Istana Negara, Jakarta, (15/10/14). (/Faizal Fanani)
Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan dan tetap mengangkat pegawai non-PNS, akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan itu dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.
Salah satu sanksi bagi PPK atau kepala daerah yang masih melakukan perekrutan non-ASN, berarti yang bersangkutan dipandang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 36 diatur lebih rinci terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah apabila melakukan pelanggaran administratif.
"Berdasarkan ruang lingkup pembinaan umum tersebut, kepala daerah yang melakukan penolakan terhadap penghapusan pegawai honorer dapat dilakukan pembinaan oleh Menteri Dalam Negeri selaku pembina umum dalam lingkup kepegawaian pada perangkat daerah," tuturnya.
"Namun sebelum dilakukan pembinaan perlu dilakukan klarifikasi kepada kepala daerah yang bersangkutan," pungkas Mahfud.(Liputan6