Pasal terkait Tunjangan Profesi Guru (TPG) diduga hilang dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terbaru bulan Agustus 2022.
Lebih lanjut, RUU Sisdiknas pasal 105 huruf a-h dinilai hanya memuat aturan tentang hak guru atau pendidik seperti hak penghasilan atau pengupahan dan jaminan sosial guru saja.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang angkat bicara tentang pasal 105 RUU Sisdiknas ini. Chatarina mengatakan, ada mispersepsi terkait pasal yang mengatur hak guru mendapatkan penghasilan atau pengupahan yang layak.
Ia menjelaskan, RUU Sisdiknas pada dasarnya menggabungkan tiga Undang-Undang. Karenanya, tidak semua pasal di ketiga UU dapat dimasukkan ke RUU Sisdiknas. Menurutnya, UU ASN, UU Ketenagakerjaan, dan Peraturan Pemerintah mendatang dapat mengakomodasi aturan-aturan terkait hak-hak pendidik tersebut lebih lanjut.
"Oleh karena itu, kita mengatakan bahwa guru berhak mendapat penghasilan atau pengupahan sesuai dengan undang-undang. Artinya apa? Artinya bahwa itu payung hukum bahwa guru berhak atas penghasilan atau pengupahan," kata Chatarina dalam wawancara khusus dengan detikEdu, Rabu (31/8/2022).
Tunjangan Guru di UU ASN, UU Ketenagakerjaan, dan PP Guru
Ia menjelaskan, aturan penghasilan lebih lanjut bagi guru ASN, mengacu pada UU ASN, baik sebagai PNS maupun PPPK. Sementara itu, hak-hak penghasilan guru swasta mengacu pada UU Ketenagakerjaan.
"Saat ini sudah ada yang sebagian di-omnibus law-kan melalui UU Cipta Kerja, dan sudah ada PP-nya, PP 33 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Di mana di situ dikatakan bahwa pemberi kerja itu adalah pengusaha, atau pemberi kerja lain di bidang sosial, bahkan termasuk pegawai pada BUMN," jelas Chatarina.
"Jadi UU Ketenagakerjaan adalah bentuk perlindungan negara pada seluruh masyarakat yang bekerja di luar lembaga pemerintah. Jadi BUMN pun mengacu pada UU Ketenagakerjaan. Jadi guru pun karena bekerja di bidang sosial, pun yang diselenggarakan oleh yayasan, harus mengacu pada PP 36/2021 dan UU Ketenagakerjaan," sambungnya.
Ia mengatakan, UU tersebut mengatur pengupahan atau penghasilan pekerja dengan jelas. Kendati demikian, ia mengingatkan untuk tidak salah persepsi menyamakan guru dengan buruh.
"Itu diatur jenis upahnya dengan jelas, ada upah tetap, upah tetap dengan tunjangan tidak tetap, upah tetap dengan tunjangan tetap, dan upah tetap dengan tunjangan tetap dan tidak tetap. Nah itu dipilih, mana nanti kita pilih, itu yang kita masukkan ke PP Guru nanti," kata Chatarina.
Tunjangan Guru ASN dan Swasta Sama
Chatarina menuturkan, dengan prinsip PP 36 Tahun 2021, pekerja berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
"Artinya apa? Artinya, guru swasta berhak memperoleh upah yang sama dengan guru negeri, guru pegawai negeri, guru ASN. Nah itu kita akan atur, apa sih tunjangan tetap? Kalau mengacu pada Undang-Undang ASN, ASN baik PNS dan P3K berhak atas gaji dan tunjangan. Jadi sama nih, cuma di sana disebutnya upah, di sini gaji, itu tidak masalah. Yang penting, haknya sama dan nilainya sama," kata Chatarina.
"Jadi prinsip-prinsip itu harus masuk dalam perjanjian kerja, antara yayasan dengan guru. Nah apakah kita akan dapat TPG? Kalau guru ASN dapat, ya guru swasta harus dapat," sambungnya.
Ia menuturkan, berkaca dari aturan di PP 36 tahun 2021, dapat disimpulkan alasan mengapai Tunjangan Profesi Guru tidak dicantumkan di RUU Sisdiknas.
"Jadi tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Justru ini bentuk perlindungan hukum dari negara yang sangat kuat dengan PP 36 tahun 2021.Jadi ini harus dipahami dulu oleh semua, baru kita bisa memahami mengapa kita tidak perlu mencantumkan (TPG) dalam RUU Sisdiknas," kata Chatarina.
"Kalau kita cantumkan di sini, lalu hak-hak itu akan ditingkatkan oleh negara di PP 36, guru nggak bisa ketarik, kasihan kan kalau ternyata harusnya dapat tunjangan rumah, lalu disandera dengan UU Sisdiknas. Oleh karena itu, biar fair, pengaturan gaji PNS itu tidak kita atur di RUU Sisdiknas, karena ada UU ASN yang memayungi penghasilan dan hak-hak lainnya," sambungnya.
Membandingkan RUU Sisdiknas dengan UU Guru Saat Ini
Chatarina menjelaskan, jika dibandingkan dengan Undang-Undang Guru yang ada saat ini, dalam pasal 14-nya memang dinyatakan, 'guru berhak atas penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup minimum itu adalah gaji pokok, tunjangan melekat pada gaji, penghasilan tunjangan profesi (fungsional), dan tunjangan khusus. Namun, implementasinya tidak menyeluruh.
"Nah, sekarang--kalau kita mau mencermati--implementasinya juga tidak (seperti) semua yang tercantum dalam Undang-Undang Guru di pasal 14 ini dieksekusi atau dilaksanakan," kata Chatarina.
Ia menjelaskan, di UU yang tengah berlaku, Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk guru PNS dan guru swasta pun masih berbeda karena beda status dan beda masa kerja.
"Karena kit melihat bahwa dalam implementasinya, kita tracking guru mengaku [pengalaman] 15 tahun. Bukti-buktinya apa, itu tidak bisa sama dengan ketika guru PNS mengaku bekerja 15 tahun. Dari CPNS akan ter-tracking. Sekolah--kalau guru mengatakan sudah 15 tahun--tidak bisa tracking, di mana bukti secara formil bahwa sudah terbukti bekerja selama 15 tahun," kata Chatarina.
"Oleh karenanya kita melakukan inpassing. Penetapannya sekitar Rp 1 koma sampai Rp 2 juta juga. Nah ini artinya, justru Undang-Undang yang ada saat ini belum bisa kita implementasikan secara utuh sesuai dengan bunyi pasalnya," sambungnya.
Apakah UU dan PP Guru berisiko tidak diatur? Simak selengkapnya>>
Apakah UU dan PP Guru Berisiko Tidak Diatur?
Chatarina juga menanggapi kekhawatiran akan risiko tidak munculnya UU dan PP lanjutan yang mengatur tentang hak-hak pendidik.
"Walau tidak diatur di PP, ada UU Ketenagakerjaan, dan juga UU ASN. Siapapun yang bekerja wajib mendapatkan hak atas penghasilan atau pendapatan atas prestasi kerjanya. Itu prinsip. Tapi nanti itu pasti kita akan atur di PP, dengan prinsip tadi di PP 36/2021, bahwa mereka wajib memiliki penghasilan yang sama," tegasnya.
"Yang sama itu seperti apa? Itu akan kita tuangkan di PP Guru, akan mendasarkan pada dua undang-undang: UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. Nah ini nanti yang kita harmonisasi di dalam PP Guru. Jadi PP Guru enggak boleh bikin pengecualian penghasilan yang berbeda dari UU ASN dan UU Ketenagakerjaan, karena ketika nanti di -GR-kan, akan bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Karena kita mengatur penghasilan ya, bagi pekerja maupun bagi guru ASN. Jadi ini yang penting dipahami ya, tidak akan mungkin," sambungnya.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menggarisbawahi, RUU Sisdiknas dibuat untuk memecahkan masalah utama dan mendasar seperti kesejahteran guru.
"Karena niatnya ke sana, tentu kita akan membuat peraturan turunan yang mengarah ke sana juga. Di pasal 126 RUU ini disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah. Jadi RUU-nya juga eksplisit mewajibkan pemerintah untuk menyusun PP yang menerjemahkan pasal-pasal tentang pendidik dan tenaga kependidikan ini," kata Nino.
"Jadi mekanisme itu akan diatur dalam PP sendiri, jadi ada PP baru tentang pendidik ya, yang memang penerjemahan RUU Sisdiknas, tetapi juga UU ASN dan juga UU Ketenagakerjaan," pungkasnya.