Itu sebabnya dia merangkul bupati seluruh Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non-aparatur sipil negara (ASN).
"Saya mendapat banyak WhatsApp dari para bupati, minta dicarikan solusi dalam penyelesaian masalah honorer," kata MenPAN-RB Azwar Anas dalam rapat koordinasi APKASI dan KemenPAN-RB di Jakarta, Rabu (21/9).
Dia menyebutkan ada tiga skema penyelesaian tenaga honorer yang sedang digodok pemerintah, yaitu:
1. Diangkat seluruhnya menjadi ASN.
Skema ini menurut Menteri Azwar Anas tidak menjamin masalah tuntas semua. Sebab, pada 2005 pemerintah pernah menegaskan tidak ada honorer lagi karena sudah mengangkat hampir 1 juta honorer menjadi PNS tanpa tes.
"Nah, kalau tahun ini diangkat semua, apakah dijamin tidak ada honorer lagi. Terbukti dengan jumlah honorer saat ini dari 410 ribu di 2014 membeludak menjadi 1,1 juta di 2022," ungkap Azwar Anas.
2. Diberhentikan seluruhnya.
Alternatif ini, kata Azwar Anas, akan menimbulkan polemik karena saat ini saja banyak bupati yang didemo honorer.
Eks Bupati Banyuwangi ini menceritakan bagaimana saat mengahadapi honorer.
"Semasa jadi bupati, saya pasti update status di Instagram kalau ke Jakarta. Ini agar para honorer tahu, kalau saya berusaha memperjuangkan mereka," terangnya.
3. Diangkat sesuai dengan prioritas.
Skema ini menurut Azwar Anas, sementara dijalankan pemerintah. Tahun ini tidak merekrut CPNS, tetapi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Diharapkan banyak honorer yang bisa lulus menjadi PPPK.
Pemerintah juga memprioritaskan guru dan tenaga kesehatan untuk PPPK 2022. Sementara, formasi lainnya diselesaikan bertahap.
Untuk menentukan skema mana yang diambil, Menteri Anas menegaskan harus dibereskan dulu data honorernya. Jika datanya amburadul, maka masalah honorer tidak akan selesai-selesai.
Menteri Anas meminta dengan tegas para bupati selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan surat pernyataan lertanggungjawaban mutlak (SPTJM) kepada BKN.
SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data tenaga non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah.
Penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga non-ASN, oleh karenanya Menteri Anas mendorong agar pemerintah daerah bisa melakukan pengawasan dalam proses pendataan.
“Pemerintah memprioritaskan pengadaan ASN tahun ini untuk pelayanan dasar, yaitu guru dan kesehatan, tetapi tidak mengenyampingkan jabatan lainnya,” pungkas Azwar Anas. (esy/jpnn)