3 Poin Penting dari Rakor Nasib Honorer, Permintaan Mas Menteri, Gagal jadi PNS & PPPK?
Para bupati yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) serta empat kementerian lainnya di Jakarta, Rabu (21/9).
Rapat ini membahas penyelesaian masalah honorer, kaitannya dengan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK 2022.
Rakor dihadiri 750 peserta rapat yang terdiri atas bupati yang didampingi sekretaris daerah dan kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan banyaknya peserta menunjukkan bahwa daerah antusias datang dan memberikan masukan agar pemerintah pusat bisa mencarikan solusi terbaik atas masalah ini.
Selain Kemenpan-RB, rapat koordinasi ini juga dihadiri oleh pihak-pihak dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Berikut poin-poin penting yang mengemuka dalam rakor tersebut:
1. Sutan Riska Menguraikan 5 Masalah Tenaga Non-ASN
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan memaparkan lima masalah atau persoalan tenaga non-ASN yang perlu pemerintah atasi.
Pertama, pemerintah perlu mengatasi persoalan tenaga non-ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi berbasis komputer (computer assisted test/CAT) dengan batas nilai minimal yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan.
Kedua, pemerintah perlu mengatasi persoalan keterbatasan anggaran daerah untuk menggaji tenaga non-ASN atau honorer, salah satunya dengan menyusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan anggaran daerah.
Ketiga, persoalan mengenai tenaga non-ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi.
Untuk mengatasi hal tersebut, Apkasi menyarankan pemerintah agar memberikan kesempatan kepada tenaga non-ASN bersangkutan sesuai dengan minat mereka, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja.
Keempat, pkasi menyarankan kepala daerah untuk mengalokasikan formasi PPPK dalam rangka mendukung visi dan misinya melalui penyediaan kontrak kerja sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah.
2. MenPAN RB Azwar Anas Minta Data Honorer Diaudit
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas menyatakan siap merangkul bupati di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Apkasi untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah dalam penyelesaian tenaga non-ASN.
Mas Menteri Azwar Anas meminta para bupati untuk mengaudit kebenaran data dalam pendataan tenaga non-ASN.
Menurut Azwar, hal tersebut perlu dilakukan sebagai wujud pengawasan dari pemerintah daerah dalam pendataan tenaga non-ASN yang merupakan langkah awal penyelesaian persoalan wacana penghapusan tenaga non-ASN atau tenaga honorer pada 2023.
Azwar Anas juga meminta para bupati agar mengirimkan surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak (SPTJM) kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh mereka mengenai validitas data tenaga non-ASN di daerahnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kemenpan RB, akan berkolaborasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam mengaudit data tenaga non-ASN yang diajukan pemerintah daerah untuk memastikannya data sesuai dengan persyaratan.
"Akan ada audit data untuk memastikan data tenaga non-ASN yang dikirimkan sesuai dengan yang disyaratkan," ucapnya, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.
3. Wacana Penghapusan Tenaga Honorer
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan bahwa daerah-daerah di Tanah Air memang tengah menghadapi permasalahan tenaga non-ASN dengan adanya wacana penghapusan tenaga non-ASN atau tenaga honorer pada tahun 2023.
"Para tenaga non-ASN ini banyak ditempatkan di garda depan dalam pelayanan masyarakat, seperti guru, tenaga kesehatan, satpol PP, pemadam kebakaran, dan dinas perhubungan, termasuk mereka yang rela bertugas di daerah terpencil atau daerah perbatasan yang tentu merasa khawatir akan kehilangan pekerjaannya," ucap Sutan.
Penghapusan tenaga non-ASN pun, kata dia, menimbulkan dilema karena seleksi terbuka PPPK terasa berat bagi tenaga honorer lama yang harus bersaing dengan sarjana yang baru lulus.
Sementara itu, pengangkatan seluruh tenaga non-ASN atau honorer menjadi PPPK oleh pemda juga akan membebani APBD.
"Bagi pemda, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS," kata dia.
Dia bahkan berpendapat pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK bukanlah solusi yang terbaik karena berpotensi membuat etos kerja tenaga honorer tidak baik.
Dia berharap rapat tersebut mampu menghadirkan titik temu atau solusi terbaik mengenai permasalahan tenaga non-ASN ataupun tenaga honorer di lingkungan pemerintah daerah. (antara/sam/jpnn)