Menurut Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) NTT, ada sekolah yang kehilangan sampai sepuluh guru gara-gara PPPK.
Menguliti aneka masalah yang mendera sekolah swasta di NTT, BMPS telah beraudiensi dengan Senator Paul Liyanto. Paul berjanji 'berteriak' dalam paripurna DPD di Jakarta.
BMPS NTT juga beraudiensi dan berdialog dengan anggota Komisi X DPR RI Anita Jacoba Gah pada Sabtu, 15 Oktober.
Anita Gah berjanji siap memperjuangkan aspirasi BMPS NTT dalam rapat kerja dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek).
Wakil Ketua BMPS NTT, yang juga Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Kornelis Usboko menyebut empat masalah serius yang saat ini membelenggu sekolah-sekolah swasta di NTT.
Pertama, peserta didik yang membeludak di sekolah negeri. Dampaknya, ada sekolah swasta gigit jari ketiadaan siswa baru.
Romo Kornelis mencontohkan di SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki 7 siswa baru tahun ajaran 2022. Pemicunya, sekolah negeri melanggar Juknis Penerimaan Peserta Ddidik Baru (PPDB) tahun 2022.
"Sekolah negeri hanya mau mengejar banyaknya dana BOS, mengabaikan pendidikan karakter," tegasnya.
Kedua, program PPPK merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada regulasi, baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru PPPK yang lulus ke sekolah asal mereka.
"Sekolah kami juga terkena dampaknya. Dua guru harus pergi karena imbas seleksi PPPK dan tak ada penggantinya," ujar Fredus Kolo, kepala SMK Sint Carolus Kupang.
SMA Kristen Kupang juga harus kehilangan 8 guru karena ikut PPPK. "Kami yang menanam orang lain yang memanen," tambah Winston Rondo, ketua BMPS NTT.
Ketiga, perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi dengan alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi, maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.
Keempat, gaji guru sekolah swasta sangat rendah, di bawah Rp 500 ribu/bulan. Apesnya, pembayarannya masih dicicil. Juga banyak guru sekolah swasta tidak mendapat insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp 400 ribu/bulan. (esy/jpnn)