Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf juga meminta dengan tegas status 193 ribu guru PPPK tuntas akhir tahun ini.
"Akhir tahun, masalah guru PPPK harus tuntas. Biar tidak membebani guru yang sudah lolos passing grade. Termasuk Kemendikbud Ristek bisa berkoordinasi dengan Pemda, Kementerian lain yang ikut terlibat dalam PPPK Guru ini," tegasnya.
Ia mengatakan alasan PPPK Guru 2022 tidak bisa tuntas karena Pemda tidak mengajukan formasi yang bisa menutup jumlah para guru.
Jika tahun ini formasi tidak menutup jumlah sebesar 193 guru, maka guru yang tidak mendapatkan formasi P1 bisa turun ke P2 atau P3.
Namun yang dikhawatirkan, bila formasi PPPK Guru 2022 justru tidak mencukupi. Artinya, guru P1 harus menunggu seleksi tahun depan.
Rugikan guru dan sekolah
Anggota Komisi X DPR RI Mohammad Haerul Amri mengatakan carut-marut persoalan Guru PPPK sangat merugikan pihak guru dan sekolah.
Ia mengatakan, salah satu contoh yang dirugikan adalah guru di Sekolah Luar Biasa (SLB). Setelah lulus seleksi PPPK Guru, banyak guru yang mengajar di SLB dipindahkan ke sekolah lain.
"Saya ke Dapil (Daerah Pemilihan). Apa yang menjadi problem guru PPPK ini juga sangat dirasakan guru-guru di SLB. Karena di SLB tidak hanya membutuhkan guru yang pintar dan cerdas, tapi juga guru yang mempunyai kelebihan lain, tingkat kesabaran yang lebih dari guru-guru lain," ujar Haerul dilansir dari laman DPR RI.
Menurutnya, masih banyak masalah yang membuat para guru honorer bingung dan cemas akan nasib mereka di Seleksi PPPK Guru.
"Saya setuju yang diprioritaskan P1 (guru yang sudah lulus passing grade). Ini harus betul-betul kita sampaikan ke kementerian terkait. Kalau perlu kita agak keras lagi dengan menteri agar jangan sampai kita di-PHP (pemberi harapan palsu) lagi," tambahnya.
Permintaan penuntasan guru P1 di seleksi PPPK Guru 2022 juga ditegaskan oleh anggota Komisi X DPR RI lainnya, Anita Jacoba Gah.
Selama kunjungan di daerah pemilihannya yakni Nusa Tenggara II, ia sudah sering mendapat aduan para guru daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Mereka banyak yang sudah mengabdi bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun lalu menangis, menanyakan nasib mereka. Padahal guru-guru ini mengajar bertaruh nyawa. Melewati sungai, banjir, daerah mengajarnya jauh masa harus bersaing dan kalah dengan guru yang mengajar 1-2 tahun lalu lolos PPPK," geramnya, saat Rapat Kerja dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) beberapa waktu lalu.
Anita mengatakan, para guru takut jika tahun ini status mereka belum tuntas dan harus menunggu tahun depan.
"Tuntaskan P1, tidak perlu ada P2, P3 dulu," tegasnya.
Ia mengatakan, negara terlalu perhitungan dalam urusan pengangkatan guru. "Negara memperhitungkan (status) mereka, padahal mereka tidak pantas diperhitungkan, diukur dengan apapun. Gaji saja mereka tidak menghitung," tambahnya.
Butuh Presiden Joko Widodo menuntaskan PPPK Guru 2022
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim menyebut dibutuhkan peran Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan nasib 193 ribu guru ini.
Satriawan mengatakan masalah PPPK sudah muncul sejak 3 tahun terakhir atau sejak tahun 2019.
PPPK hanya bisa meloloskan 34.954 guru yang lolos. Sementara Pemda, justru mengajukan formasi tidak sampai 40,9 persen dari kuota yang ada.
"Karena itu kami minta Presiden Joko Widodo bisa turun langsung mengatasi carut marut persoalan guru ini," tambahnya.
Ia mengatakan, dalam PPPK ada syarat usia bisa menjadi kendala guru yang berpuluh-puluh tahun mengabdi.
Jika alasan tidak diangkatnya para guru ini karena Pemerintah Daerah (Pemda) tersandung anggaran, maka ia meminta sikap antar Pemda dan Pemerintah Pusat diperbaiki. Sebab hal itu justru menempatkan guru menjadi sasaran empuk.
"Sekali lagi, kami minta pak Jokowi bisa menuntaskan urusan para guru P1 dalam seleksi PPPK Guru 2022," tegasnya.
Satriawan mengatakan, jumlah guru yang belum tuntas menjadi ASN bahkan PPPK sangat besar.
"193 ribu guru ini sudah ikut tes tahap 1 dan 2, sekarang ikut lagi tahapan ketiga. Bahkan dari sisa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masih ada sisa 100 ribuan guru kategori K2 (honorer)," katanya saat dihubungi.
Ia mengatakan carut marut Seleksi PPPK Guru jika tidak segera dituntaskan, artinya pemerintah bisa dzalim kepada para guru.
Apalagi sebentar lagi musim politik segera dimulai. Ia tidak ingin campur tangan politik malah membebani guru dan lagi-lagi guru gagal diangkat.
"Apakah dengan ganti pemerintah nantinya nasib guru ini berubah? Bisa jadi makin terkatung-katung. Maka kalau bisa tahun ini dituntaskan, ya dituntaskan," kata dia.
Tuntaskan P1 dulu
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir mengatakan hal serupa.
Ia meminta Kemendikbud Ristek, Kementerian terkait lainnya menuntaskan nasib guru yang semakin sekarat ini.
Sudah berkali-kali pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah pusat, namun hasilnya masih samar.
Artinya, belum jelas apakah 193 ribu guru yang lolos passing grade ini bisa segera tuntas 100 persen atau masih harus menunggu kembali keputusan Pemerintah Pusat.
Ia mengatakan kalau saja Pemda bisa mengusulkan kuota usulan PPPK Guru 2022 sama dengan yang lulus passing grade maka tidak akan ada masalah.
"Jangankan turun ke P2, P3. P1 saja belum terselesaikan dengan baik," sebutnya.
Ia mencontohkan, ada banyak guru swasta yang diputus oleh yayasannya karena diterima sebagai PPPK Guru 2021.
Namun karena belum diangkat, mereka tidak mendapatkan gaji dan terpaksa banting setir berdagang, atau bekerja dibidang lain.
"Ini bahkan banyak guru yang diputus tunjangan kinerja daerahnya, ada guru swasta yang sudah diputus oleh yayasannya, selama 9 bulan ini banyak yang tidak mendapatkan gaji," ungkapnya.
Ia menyebut, semestinya PPPK Guru 2022 fokus kepada masalah guru honorer sekolah negeri dulu, baru melibatkan proses rekruit dari kalangan guru swasta atau pelamar umum.kompas