Pengangkatan 1 Juta Guru PPPK Dinilai Tidak Lewat Perencanaan Matang

Ilustrasi guru. Hingga Selasa (23/8/2022), Pemerintah Kota Padang Sumatera Barat belum berhasil bertemu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membahas guru honorer. Guru honorer yang lulus passing grade diminta untuk bersabar.

Ilustrasi guru. Hingga Selasa (23/8/2022), Pemerintah Kota Padang Sumatera Barat belum berhasil bertemu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membahas guru honorer. Guru honorer yang lulus passing grade diminta untuk bersabar.(Shutterstock) Anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Nur Purnamasidi menilai pengangkatan satu juta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru tidak memiliki perencanaan yang matang.

Pasalnya, program PPPK guru sampai saat ini belum selesai dan masih memiliki banyak masalah.

"Kelihatannya dari situasi yang makin hari makin ruwet ini berarti memang (pemerintah), tidak ada visi yang sama dalam memberikan solusi pengangkatan PPPK yang paling efektif itu apa," kata Purnamasidi melansir laman DPR, Senin (7/11/2022).

Selain itu, dia menilai dalam pelaksanaan seleksi PPPK guru ini, koordinasi antar stakeholder masih kurang.

"Sebab, pelaksanaan seleksi tersebut melibatkan banyak kementerian/lembaga, seperti Kemendikbud Ristek, Kemenpan-RB, Kemendagri, Kemenkeu, dan pemerintah daerah (Pemda)," ungkap dia.

Lanjut dia menjelaskan, saat ini pemerintah telah memutuskan peserta yang telah dinyatakan lulus passing grade atau Prioritas 1 (P1) diturunkan grade-nya menjadi Prioritas 2 (P2).

Padahal, P2 adalah grade bagi para peserta yang belum lulus ujian seleksi PPPK guru. Hal itu disebabkan karena tidak adanya formasi bagi GTK di daerah.

"Kebijakan penurunan grade itu seharusnya tidak boleh terjadi. Karena kesalahan tidak ada koordinasi yang cukup antara stakeholder akhirnya diturunkan ke grade P2 dan masih akan dicarikan formasinya. Itu berarti memang tidak ada perencanaan," tegas dia.

Berdasarkan informasi yang diterimanya dari Kemendikbud Ristek, peserta P2 nantinya akan melakukan tes kembali berdasarkan kemampuan yang dinilai oleh beberapa pihak, mulai dari kepala sekolah, pengawas sekolah, hingga guru senior di calon sekolah penempatannya masing-masing.

Penilaian itu juga akan memperhatikan kompetensi lain di luar mata pelajaran utama yang dikuasai para peserta P2 ini.

"Misalnya, kompetensi peserta P2 itu pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Nanti saat dikasih penilaian kompetensinya bisa juga ternyata dia sebagai guru Matematika atau mungkin juga tenaga administrasi di sekolah tersebut. Jadi, penilaian itu sangat subjektif ketika dia turun grade-nya ke P2," jelas dia.

Dirinya pun mempertanyakan alasan awalnya pemerintah pusat memberikan kesempatan ke pemda untuk menetapkan kuota.

Namun, pada saat kuota tersebut sudah diberikan ke pemda, tapi pemda tidak dapat menyerapnya.

"Kenapa malah formasi yang telah ditetapkan lebih kecil dari kuota? Ini mengindikasikan pemerintah saat membuat kuota tidak berdasarkan data di lapangan. Bisa juga karena pada akhirnya pemerintah pusat juga tidak menyiapkan infrastruktur anggaran yang dibutuhkan oleh daerah untuk menggaji sekaligus memberikan tunjangan," ucapnya.

Dia menegaskan, kunci menyelesaikan masalah seleksi PPPK guru ini ada di hulu, yaitu menyinkronkan antara kuota dengan jumlah formasi, selain anggaran yang dibutuhkan pemerintah pusat ini harus benar-benar disiapkan.

"Padahal, menurut kita pendidikan itu adalah investasi sumber daya manusia (SDM). Nah kalau tidak kita investasikan dari sekarang, maka kita yakin 5-10 tahun yang akan datang SDM kita indeksnya pasti akan turun," tukas dia.kompas