Dalam aturan Badan Kepegawaian Negara (BKN), guru yang dinyatakan sebagai kategori P1 atau guru yang telah lolos passing grade 2021 bisa turun ke kategori P2 atau P3 yang semestinya diisi oleh kategori guru eks Tenaga Honorer K-II (TH K-II) atau guru yang mengajar minimal 3 tahun.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim mengatakan carut marut Seleksi PPPK Guru 2021 sudah seharusnya dituntaskan.
Sebab masih ada 193 ribu guru yang telah lolos passing grade namun tidak mendapatkan formasi akibat Pemerintah Daerah (Pemda) tidak membuka formasi.
"193 ribu guru ini sudah ikut tes tahap 1 dan 2, sekarang ikut lagi tahapan ketiga. Bahkan dari sisa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masih ada sisa 100 ribuan guru kategori K2 (honorer)," tambahnya.
Seharusnya, tak perlu lagi skema lain yang membuat guru kesusahan. "Jika para guru ini tidak mendapatkan formasi yang sesuai, atau P1, bahkan tidak mendapatkan sama sekali mau sampai kapan kondisi seperti ini?" kata dia.
Satriawan mengatakan tak perlu ada skema turun status untuk guru kategori P1. Alasannya jelas. Sudah waktunya guru P1 dituntaskan pada PPPK 2022 tanpa perlu masuk P2 atau P3.
"Seharusnya antar kementerian, Pemda, itu memastikan dulu nasib 193 ribu guru P1 ini. Jangan bikin skema P2, P3, P4 kalau belum tuntas," tambahnya.
Ia mengatakan carut marut Seleksi PPPK Guru jika tidak segera dituntaskan, artinya pemerintah bisa tidak adil kepada para guru.
Apalagi sebentar lagi musim politik segera dimulai. Ia tidak ingin campur tangan politik malah membebani guru dan lagi-lagi guru gagal diangkat.
Satriawan mengatakan masalah PPPK sudah muncul sejak 3 tahun terakhir atau sejak tahun 2019.
PPPK hanya bisa meloloskan 34.954 guru yang lolos. Sementara Pemda, justru mengajukan formasi tidak sampai 40,9 persen dari kuota yang ada.
"Karena itu kami minta Presiden Joko Widodo bisa turun langsung mengatasi carut marut persoalan guru ini," tambahnya.
Ia mengatakan, dalam PPPK ada syarat usia bisa menjadi kendala guru yang berpuluh-puluh tahun mengabdi.
Jika alasan Pemda tidak bisa mengangkat guru karena anggaran Pemda kecil, menilai sikap antar Pemda dan Pemerintah Pusat justru menempatkan guru menjadi sasaran empuk.
"Sekali lagi, kami minta pak Jokowi bisa menuntaskan urusan para guru P1 dalam seleksi PPPK Guru 2022," tegasnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir mengatakan kalau saja Pemda bisa mengusulkan kuota usulan PPPK Guru 2022 sama dengan yang lulus passing grade maka tidak akan ada masalah.
"Jangankan turun ke P2, P3. P1 saja belum terselesaikan dengan baik," sebutnya.
Ia mengatakan, saat Pemda mengusulkan kuota lebih sedikit dari jumlah guru yang lolos passing grade 2021, maka tahun 2022 bisa jadi guru P1 juga tidak lagi mendapatkan formasi.
"Maka menunggu lagi 1 tahun. Ini banyak guru yang diputus tunjangan kinerja daerahnya, ada guru swasta yang sudah diputus oleh yayasannya, selama 9 bulan ini banyak yang tidak mendapatkan gaji," ungkapnya.
Ia menyebut, semestinya PPPK Guru 2022 fokus kepada masalah guru honorer sekolah negeri dulu, baru melibatkan proses rekruit dari kalangan guru swasta atau pelamar umum.
P1 belum tuntas, perpanjang PPPK Guru 2022
Anggota Komisi X DPR RI, Anita Jacoba Gah mengatakan jika masalah P1 tidak tuntas dalam PPPK Guru 2022, sebaiknya pendaftaran PPPK diperpanjang.
"Tanggal 13 November Seleksi PPPK Guru 2022 ditutup, maka nasib guru itu bagaimana? Mereka bilang, kalau daftar tahun depan status P1 turun ke P2. Seharusnya tidak perlu begitu. Tuntaskan P1, tidak perlu ada P2, P3 dulu," ujarnya saat Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kamis (10/11/2022).
Anita mengatakan ada banyak guru daerah terpencil yang mengabdi berpuluh-puluh tahun sering tidak lolos PPPK.
"Padahal guru-guru ini mengajar bertaruh nyawa. Melewati sungai, banjir, daerah mengajarnya jauh masa harus bersaing dan kalah dengan guru yang mengajar 1-2 tahun lalu lolos PPPK," geramnya.
Seharusnya, guru yang mengabdi belasan tahun sudah tidak perlu dipersulit persoalan turun status atau masalah seleksi lainnya.
Anita sudah sering menemui para guru yang menangis karena status mereka sebagai honorer belum jelas.
"Negara memperhitungkan (status) mereka, padahal mereka tidak pantas diperhitungkan, diukur dengan apapun. Gaji saja mereka tidak menghitung," pungkasnya.kompas