Mewakili Dewan Pengurus Apkasi, Wakil Ketua Umum Apkasi yakni Ahmed Zaki Iskandar dalam RDPU secara umum menanggapi dengan memberikan pertimbangan terkait Kebijakan Penghapusan Tenaga Non ASN Tahun 2023.
RDPU yang salah satu poinnya membahas mengenai tenaga honorer dihadiri oleh stakeholder terkait pada 24 November 2022 lalu.
Rapat Dengar Pendapat Umum ini dihadiri oleh Dewan Pengurus Apkasi, Wakil Ketua Umum Apkasi yakni Ahmed Zaki Iskandar dan Edi Langkara (Bupati Halmahera Tengah).
Turut hadir pula Wakil Sekretaris Jenderal Cellica Nurrachadiana (Bupati Karawang) dan Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang.
Pada kesempatan tersebut, Ahmed Zaki menyebut Apkasi mengapresiasi kebijakan Pemerintah dalam penataan ASN melalui penghapusan tenaga honorer.
Hal itu memang dimaksudkan untuk kepentingan membangun SDM ASN yang lebih profesional serta sejahtera, dan juga untuk memperjelas aturan dalam rekrutmen.
Selain itu, sebagai upaya pemerintah untuk penyeragaman atau sebagai tolak ukur rekrutmen dan gaji yang selama ini cukup memprihatinkan.
“Pelaksanaan penghapusan tenaga honorer bersamaan dengan rangkaian kegiatan Pemilu 2024 (tahun politik), yang dikhawatirkan menjadi komoditas politik, "katanya.
Atas adanya penghapusan tenaga honorer, Ahmed Zaki menyampaikan adanya keresahan di kalangan pegawai honorer mengenai kejelasan nasib ke depan.
Bahkan, guna untuk meningkatkan pelayanan pendidikan, kesehatan PLKB dan bidang strategis lainnya, para tenaga honorer tersebut sudah bekerja terus menerus.
Apalagi tenaga honorer yang bekerja di wilayah perbatasan dan wilayah terpencil yang tidak diminati oleh ASN pada umumnya.
Terhadap Kebijakan Penghapusan Tenaga tenaga honorer Tahun 2023, Ahmed Zaki menyampaikan saran dan masukan Apkasi. Berikut selengkapnya:
1. Pemerintah dan DPR RI dapat mengeluarkan kebijakan penundaan penghapusan tenaga honorer di Instansi Daerah hingga dengan selesainya rangkaian Pemilu Serentak di tahun 2024 mendatang.
2. UU Nomor 1 Tahun 2022 perihal Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) menyampaikan penekanan perihal batas maksimal Belanja Pegawai Daerah sebanyak 30% dari APBD (Pasal 146).
Sementara itu, alokasi belanja pegawai di sebagian besar wilayah kabupaten masih sekitar di atas 30%.
“Untuk itu perlu disusun rentang gaji PPPK sesuai dengan kemampuan daerah serta perlu adanya penambahan DAU untuk pembiayaan PPPK dan outsourcing di Lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketersediaan anggaran Pemerintah (APBN)," katanya.
Selain itu, di hadapan Panja Komisi IX DPR RI, Ahmed Zaki mengatakan masukan Apkasi terhadap perekrutan tenaga honorer/Non-ASN menjadi ASN PPPK, yaitu:
1. Untuk mengatasi permasalahan mengebor tenaga honorer yang tidak mencapai passing grade dengan metode seleksi CAT (Computer Assisted Test), maka perlu adanya afirmasi.
Afirmasi yang dimaksud terkait masa kerja dan usia terhadap Tenaga Non-ASN yang sudah mengabdi di satu Pemda dan mengikuti seleksi PPPK di Pemerintah Daerah tersebut. Rekruitmen tenaga Non-ASN dilakukan dengan menyesuaikan kondisi di wilayah masing-masing.
2. Tenaga Non-ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS/PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberikan kesempatan. Kesempatan yang diberikan berdasarkan minatnya seperti halnya pelatihan kewirausahaan, kartu prakerja, dan lain-lain.
3. Kepala Daerah dapat diberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka untuk mendukung visi misinya, yang kontrak kerjanya berdasarkan periodesasi jabatan Kepala Daerah.
4. Tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat dalam jabatan fungsional, perlunya untuk diberi kesempatan dalam masa 5 tahun untuk memenuhi kualifikasi jabatan fungsionalnya.
Ahmed Zaki menyebut tenaga-tenaga honorer tersebut seperti halnya guru, tenaga kesehatan, tenaga Satpol PP, pemadam kebakaran, analis kebencanaan, pranata laboratorium pendidikan, dan pranata komputer.***
Editor: Syifa Alfi Wahyudi/prsoloraya