Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan pemerintah saat ini tengah memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan tenaga non-ASN atau honorer. Ia menyebut Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk mencari jalan tengah terkait persoalan tersebut.
"Jadi sekarang sedang dimatangkan. Ada opsi-opsi. Yang jelas pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian, tapi di sisi lain juga tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan dan tetap sesuai regulasi," ujar Anas dalam keterangan tertulis, Kamis (2/3/2023).
Anas mengungkapkan opsi-opsi solusi itu telah dan sedang terus dibahas bersama DPR, DPD, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), BKN dan beberapa perwakilan tenaga non-ASN.
"Seperti pekan lalu saya ketemu para gubernur dalam APPSI, kita bahas soal tenaga non-ASN. Semoga bisa segera sepakat solusinya dalam waktu yang tak lama lagi," imbuhnya.
Anas menuturkan para tenaga non-ASN memiliki peran yang cukup bagi masyarakat. Karenanya, ia berulang kali menyampaikan sedang mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.
"Secara faktual, memang tenaga non-ASN berperan dalam pelayanan publik, sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti soal pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan publik lainnya," paparnya.
Anas pun membeberkan ada beberapa opsi penyelesaian tenaga non-ASN.
"Kita memang ada beberapa opsi, mulai soal pengangkatan sesuai skala prioritas, lalu ada opsi pengangkatan seluruhnya tapi ini nanti beban fiskal bisa melonjak signifikan, dan beberapa opsi lagi," tuturnya.
Selain soal penataan tenaga non-ASN, ia juga menekankan tentang pentingnya distribusi ASN secara merata ke seluruh Indonesia, baik itu PNS maupun PPPK.
"Jadi problem kita ini bukan hanya soal formasi ideal, jumlah ASN yang didayagunakan, tetapi juga distribusinya. Karena memang saat ini sebarannya belum merata, masih terpusat di Jawa, padahal seluruh Indonesia berhak mendapat pelayanan publik prima sebagaimana arahan Presiden," tandasnya.