Pada pengadaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2022, terdapat beberapa tenaga honorer guru yang mendapat penempatan namun harus dibatalkan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Nunuk Suryani, dalam rapat Komisi X bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebanyak 3.043 pelamar mengalami pembatalan penempatan setelah proses notifikasi penempatan diterima dan sanggahan dari instansi serta pelamar dengan nilai peringkat yang lebih tinggi diterima oleh Kemdikbud.
Pembatalan penempatan ini dilakukan karena adanya verifikasi (Verval) yang dilakukan dari nilai peserta lainnya yang lebih tinggi.
Nunuk memberikan ilustrasi mengenai hal ini.
Jika terdapat 2 formasi dengan jenjang dan formasi yang sama di satu instansi, saat pemberitahuan notifikasi di bulan Oktober diumumkan ada pelamar 1 dan 3 yang mendapat penempatan.
Saat masa sanggah, pelamar 2 mengajukan sanggahan dan setelah dicek oleh Kemdikbud, pelamar tersebut memiliki nilai lebih tinggi.
Kemudian, koordinasi dengan pihak Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) dilakukan dan pembatalan penempatan dilakukan.
Namun, Nunuk meminta para pelamar yang mendapat pembatalan penempatan untuk tidak khawatir, karena pada rekrutmen PPPK tahun 2023 akan diprioritaskan penempatannya.
Pelamar PPPK yang mendapatkan penempatan di sekolah induk atau tempat mengajar masing-masing tidak akan tergeser.
Namun, pertaruhan nasib tenaga honorer pada seleksi PPPK tahun 2022 dipertaruhkan pada tanggal 9 sampai 10 April 2023, yaitu saat pengumuman masa sanggah dari hasil pengumuman sebelumnya.
Pengumuman masa sanggah merupakan hasil akhir seleksi PPPK tahun 2022 yang menentukan apakah guru honorer akan berubah status menjadi ASN PPPK atau tidak.
Penetapan Naskah Akhir (NA) PPPK tahun 2022 akan diberikan pada tanggal 11-10 April tahun 2023.
Sehubungan dengan rekrutmen PPPK tahun 2023, jumlah usulan kebutuhan formasi sudah diperhitungkan sebanyak 601.286.
Oleh karena itu, pada rekrutmen seleksi PPPK tahun 2023, diharapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat mengusulkan kebutuhan formasi sesuai dengan kebutuhan pemenuhan guru ASN.
Hal ini penting karena selama 2 tahun terakhir, pemenuhan kebutuhan guru ASN belum diupayakan secara maksimal.
Guru yang telah diangkat menjadi pegawai ASN masih kurang dari 50 persen dan usulan formasi dari Pemda juga masih di bawah angka tersebut.
Saat ini, status tenaga honorer guru dipertaruhkan antara menjadi ASN PPPK atau tidak lulus seleksi.
Hal ini merupakan kekhawatiran besar bagi para tenaga honorer guru yang telah berkontribusi dalam dunia pendidikan selama bertahun-tahun dan sangat mengharapkan perubahan status mereka menjadi ASN PPPK.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada tahun 2021 terdapat sekitar 1,5 juta tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sekitar 350 ribu di antaranya adalah tenaga honorer guru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, tenaga honorer yang ingin menjadi ASN harus mengikuti seleksi penerimaan PPPK.
Namun, proses seleksi tersebut seringkali menjadi kendala bagi para tenaga honorer.
Salah satunya adalah karena keterbatasan kuota yang tersedia.
Kendati begitu, adanya rekrutmen PPPK pada tahun 2023 memberikan harapan baru bagi para tenaga honorer.
Dalam rekrutmen tersebut, sebanyak 601.286 formasi telah disediakan oleh pemerintah.
Diharapkan, dengan adanya formasi baru ini, banyak tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi ASN PPPK.
Namun, upaya pemerintah dalam merekrut tenaga honorer sebagai ASN PPPK tidak hanya bergantung pada jumlah formasi yang tersedia.
Diperlukan pula koordinasi dan kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana kebutuhan formasi.
Hal ini akan memastikan bahwa tenaga honorer yang telah berkontribusi dalam dunia pendidikan dapat diangkat menjadi ASN PPPK sesuai dengan kebutuhan daerah.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan kualitas pendidikan yang disediakan bagi para tenaga honorer yang ingin mengikuti seleksi PPPK.
Dalam beberapa kasus, tenaga honorer seringkali kurang mendapatkan dukungan dan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Hal ini dapat mempengaruhi hasil seleksi dan kesempatan mereka untuk menjadi ASN PPPK.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius dan komprehensif dari pemerintah dalam meningkatkan status dan kesejahteraan para tenaga honorer.
Salah satunya adalah dengan memberikan dukungan dan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Hal ini akan membuka kesempatan lebih banyak bagi tenaga honorer untuk menjadi ASN PPPK dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam dunia pendidikan.
Terlepas dari segala kendala yang dihadapi, para tenaga honorer guru tetap bersemangat dan berharap untuk dapat mengubah status mereka menjadi ASN PPPK.
Mereka yakin bahwa dengan usaha dan kerja keras, impian mereka untuk menjadi ASN PPPK dapat terwujud dan mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Semoga bermanfaat.***
Editor: Randi Manangin