Indonesia Kekurangan Guru Madrasah

Selama bulan Ramadan, para siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri 20 Marunda, Cilincing, Jakarta, tetap semangat belajar. Mereka juga memperbanyak ibadah.
Ilustrasi Madrasah (Foto: Pradita Utama)

Indonesia darurat guru madrasah. Setiap tahunnya lebih dari 4.000 guru madrasah masuk masa pensiun sedangkan proses perekrutan belum memenuhi kebutuhan.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah M Zain menyebut permasalahan ini perlu segera diselesaikan. "Jumlah pendidik yang memasuki masa purna tugas (pensiun) mencapai lebih dari 4.000 per tahun. Permasalahan ini harus diselesaikan segera, karena waktu berjalan terus," jelasnya dalam rapat kerja program Direktorat GTK Madrasah (15/5/2023), dikutip dari rilis laman Kemenag.

Zain menerangkan, jumlah kebutuhan guru dan peningkatan kualitasnya mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, kualitas pendidikan madrasah benar-benar ada di tangan guru. Ke depannya, program perlu diarahkan guna meningkatkan kompetensi pendidik.

Menurut Zain, tagline guru hebat dan madrasah bermartabat tidak akan terwujud saat elemen inti pendidikan justru melempem.

"Sebagai salah satu solusi, penyelenggaraan PPG Prajabatan tidak bisa tidak harus dilaksanakan," tegasnya.

Kepala Subdit Bina GTK MA/MAK sekaligus Sekretaris Panitia Nasional PPG Kemenag, Anis Masykhur sepakat dengan Zain. Dia mengatakan pemenuhan kebutuhan guru madrasah menjadi hal yang mendesak.

Berdasarkan jumlah data guru berbasis mata pelajaran dan rombongan belajar yang diplot setiap semesternya di Simpatika, jumlah kebutuhan guru di madrasah negeri adalah 57.245 orang, sedangkan di madrasah swasta ada 527.555 orang.

Sementara, Kasubdit Bina GTK MI/MTs, Ainur Rofiq menyebut pengangkatan puluhan guru PPPK tidak menyelesaikan masalah kekurangan guru karena hanya mengubah statusnya namun tidak ada penambahan jumlah yang signifikan.

Di sisi lain, tak kalah penting juga untuk meningkatkan kualifikasi guru. Menurut data Kemenag, jumlah guru yang sekarang ini belum berkualifikasi hampir 40 ribu orang.

Jumlah tersebut tergolong besar karena jika merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2003 dan peraturan turunannya, sejak 2015 semestinya tidak ada lagi guru yang belum S1. Program beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) Kemenag disebut sebagai momentum tepat dalam menjawab permasalahan tersebut, meski secara kuantitatif tidak sebanding dengan jumlah guru yang ada.

Sub Koordinator yang mengelola masalah data Kemenag, Arif Nugra mengatakan Simpatika bisa dijadikan landasan untuk menentukan ke mana guru akan ditugaskan.

"Dalam sistem tersebut sudah ada informasi kebutuhan guru di madrasah. Silakan buka menu peta kebutuhan guru," ujarnya.

(iqk/iqk)detik