Kebijakan Pemerintah yang Ditempuh Pemerintah dalam Penyelesaian P1

Kebijakan Pemerintah yang Ditempuh Pemerintah dalam Penyelesaian P1
Ada 2 Sistem Penyelesaian P1 Tanpa Formasi PPPK, Mana yang Lebih Menguntungkan?. Ilustrasi. Foto: Ricardo 
 Ketua Forum P1 PGRI Pembatalan Nasional Dewi Nurpuspitasari mengungkapkan kebijakan yang akan ditempuh pemerintah dalam penyelesaian sisa guru prioritas satu (P1).

Informasi tersebut diperoleh Dewi setelah bertemu bertemu dengan salah satu pejabat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

"Sistem pertama, KemenPAN-RB akan melakukan perankingan terhadap nilai yang sudah ada sebagai acuan," kata Dewi.

Pada hakikatnya, kata Dewi, semua kembali pada usulan formasi dari masing-masing daerah. Jika tersedia usulan formasi, maka P1 akan bisa ditempatkan. 

"Sebaliknya jika tidak tersedia formasi, maka kemungkinan besar tidak ada penempatan, kecuali apabila yang bersangkutan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia," ujar Dewi.

Artinya, sistem kedua menggunakan sistem penempatan di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan ini lantaran aparatur sipil negara (ASN) seharusnya bersedia ditempatkan di mana saja.

Merespons hal tersebut, Ketum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih menilai yang lebih menguntungkan adalah sistem kedua. Sebab, guru P1 sudah pasti mendapatkan formasi dan penempatan.

"Kalaupun harus ditempatkan di luar daerah tidak masalah menurut saya, ketimbang menunggu formasi di daerah sendiri yang tidak jelas kapan adanya," kata Heti kepada JPNN.com, Selasa (6/6).

Dia mengungkapkan penempatan di luar daerah akan memudahkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mempunyai data sebaran guru honorer maupun ASN di Indonesia.

Heti yakin bila penempatan luar daerah itu tidak akan mengorbankan guru honorer di sekolah induk juga.

Sementara, untuk sistem perankingan, Heti mengaku pesimistis seluruh sisa P1 akan terakomodasi. Sebab, walaupun P1 nilainya lebih tinggi dari guru honorer induk, tidak akan bisa mendapatkan formasi.

"Perankingan akan memprioritaskan guru induk dahulu. Jadi, memang riskan juga kalau pakai sistem ranking," ucapnya.

Heti menambahkan pilihan sekarang ada di tangan guru lulus PG yang juga P1. Kalau ingin bertahan di daerahnya, maka harus sabar menunggu.

Sebaliknya bila mau mengabdi di daerah lain, maka peluang menjadi ASN PPPK lebih besar.

"Secara pribadi saya siap ditempatkan di luar daerah, karena sangat tidak enak menjadi guru honorer itu. Status tidak jelas dan diliputi ketakutan diberhentikan sewaktu-waktu," pungkasnya. (esy/jpnn)