Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengusulkan pembentukan wadah menyerupai marketplace guru atau lokapasar untuk menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Namun, usulan ini menuai kritik dari asosiasi guru dan pengamat.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai, usulan tersebut belum dapat menuntaskan persoalan rekrutmen dan distribusi guru di tanah air. Malah menurutnya langkah ini merupakan bentuk dari pelemparan tanggung jawab pemerintah.
"Ini kan sebagai bentuk pelemparan tanggung jawab. Ini sama saja guru-guru yang sudah lulus tes PPPK yang belum dapat formasi dari Pemda, alih-alih mereka segera diberikan formasi dan SK, terjadi malah Kemendikbud Ristek meminta mereka antre lagi, masuk ke pasar 'perdagangan manusia'," kata Satriwan, Selasa (13/6/2023).
Satriwan mengatakan, inti dari permasalahan ini ialah tenaga guru yang belum terserap sepenuhnya oleh pemerintah daerah, selaku penyedia formasi. Dari sebanyak 193 ribu guru yang dinyatakan lolos seleksi pada 2021-2023, kini masih tersisa 62 ribu guru yang telah dinyatakan lolos namun belum mendapatkan formasi.
Padahal, pemerintah pusat sendiri telah menargetkan rekrutmen guru ASN PPPK bisa mencapai 1 juta hingga 2024 mendatang. Menurutnya, salah satu alasannya ialah jumlah formasi yang diusulkan pemda selalu rendah. Bahkan, pada 2022 hanya 46% yang diajukan pemda.
"Ini menunjukkan bahwa antara pemerintah pusat dan daerah itu belum satu frekuensi, belum satu pemahaman, belum satu kata dalam perekrutan guru PPPK," kata Satriwan.
"Pemda-pemda kenapa tidak mengusulkan jumlah formasi yang sesuai kebutuhan riil? Ini yang menjadi masalah terus. Sekarang, guru-guru ini terpaksa antre," tambahnya.
Selain itu, Satriwan menilai usulan ini juga berpotensi membuka peluang praktik KKN. Sebab, seleksi dari guru-guru ini nantinya akan diberikan sepenuhnya kepada pihak sekolah, menyesuaikan dengan syarat yang ditetapkan sekolah terkait.
"Kan bisa saja sekolah itu merekrut guru yang misalnya bagian dari keluarganya, tetangganya, saudaranya. Ini kan tidak ada yang mengawasi juga karena dikembalikan ke sekolah 100%," ujarnya.
Senada, Pengamat Pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jejen Musfah mengatakan, 'marketplace' bukan jawaban atas masalah kekurangan guru. Solusi tepatnya adalah rekrutmen berbasis kebutuhan jumlah dan mata pelajaran (mapel).
"Jadi yang merekrut dan menempatkan pemerintah. Demikian juga yang menggaji guru harus jelas, pemerintah atau pemda. Saya yakin yang mendaftar dan memenuhi kualifikasi banyak, masalahnya di manajemen seleksi dan penempatannya," kata Jejen, saat dihubungi terpisah.
Jejen juga menilai, salah satu buntut dari permasalahan kurangnya penyerapan guru ialah karena pemda tidak punya cukup dana untuk membayar guru sesuai kebutuhan.
"Pemda masih ragu bahwa gaji guru ditanggung pemerintah," tambahnya.
(das/das)detik