Hingga saat ini Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek) terus menuntaskan permasalahan guru non-ASN PPPK di Indonesia.
Salah satunya mendorong jumlah formasi guru PPPK di masing-masing Pemda (pemerintah daerah) menjadi lebih banyak kuotanya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendibud Ristek, Nunuk Suryani, menjelaskan, kebutuhan jumlah guru PPPK ini tergantung usulan masing-masing pemerintah daerah (pemda).
Tetapi usulan formasi yang diajukan Pemda malah lebih sedikit dari jumlah rekomendasi Kemendikbud.
Misalnya pada seleksi ASN PPPK Guru 2023, Ditjen GTK telah merekomendasikan sejumlah 601.174 formasi guru ASN PPPK. Namun total pengusulan formasi Pemda hanya berjumlah 296.102 orang.
Sesuai prosedurnya, Ditjen GTK mengajukan rekomendasi formasi berdasarkan kebutuhan guru tiap daerah yang diambil dari data Dapodik. Kemudian dari ajuan tersebut KemenPAN-RB melakukan advokasi kepada tiap pemda terkait pengusulan formasi.
“Kami di Ditjen GTK tidak memiliki kewenangan untuk mengunci jumlah formasi akhir, karena ini kewenangan masing-masing daerah. Poin terpenting yang telah kami lakukan adalah dengan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pemberdayaan Apartur Negara - Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), dan pemerintah daerah berdasarkan data kebutuhan guru di tiap daerah,” jelas Nunuk saat di Jakarta, Sabtu (31/8/2024) dilansir dari rilis Kemendikbud.
Saat ini Ditjen GTK juga terus berkoordinasi secara intensif dengan Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan kementerian atau lembaga terkait merumuskan rekomendasi formasi pada seleksi ASN PPPK Guru 2024 guna menuntaskan masalah guru non-ASN ini.
Guru aktif mengajar tidak linier dengan bidang studi
Selain terkait jumlah formasi, tantangan lain dalam hal penuntasan guru non-ASN PPPK ini adalah linieritas bidang studi guru.
Nunuk menambahkan, bahwa guru yang saat ini aktif mengajar masih banyak yang belum linier dengan bidang studi yang dibuka pada seleksi ASN PPPK.
“Misalnya pada formasi ASN PPPK Guru bagi Guru PAUD di sekolah negeri sangatlah kecil di tiap daerah. Padahal jumlah guru PAUD dan lulusan Pendidikan PAUD cukup besar,” ungkapnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Ditjen GTK telah melakukan berbagai relaksasi dari segi regulasi agar ketentuan linieritas ini bisa lebih luas cakupannya dengan memetakan rumpun bidang studi.
Dengan begitu, guru-guru dengan pendidikan rumpun tertentu dapat mengajar bidang studi satu rumpun.
Sebagai contoh, hal ini sudah dilakukan untuk Guru PAUD, mereka bisa mengikuti ASN PPPK untuk mengisi posisi guru SD kelas rendah.
Selanjutnya, mengenai regulasi terkait pengangkatan guru non-ASN PPPK berdasarkan pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2023 dijelaskan bahwa penataan pegawai non-ASN PPPK atau tenaga non-ASN PPPK di lingkungan pemerintah wajib diselesaikan paling lambat pada Desember 2024.
Sejak undang-undang tersebut berlaku, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN PPPK.
Nunuk menyampaikan, regulasi ini tidak akan menyebabkan guru honorer yang aktif mengajar menjadi dinonaktifkan.
Sebaliknya, Dirjen GTK mendorong guru-guru untuk mengikuti Seleksi ASN PPPK Guru 2024.
“Rekrutmen ASN PPPK guru justru merupakan kebijakan yang berpihak pada guru non-ASN PPPK. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang juga meliputi beberapa hal lain. Seperti Penilaian Kinerja, Penggajian dan Tunjangan, Pengembangan Kompetensi, dan Penghargaan,” tuturnya.
Bahkan sebelum program ASN PPPK diinisiasi, pada tahun 2021 tercatat jumlah guru non ASN PPPK di Indonesia mencapai angka 1,3 juta orang. Padahal, guru dengan status ASN di tahun itu berjumlah di sekitar angka yang sama.
Penyebabnya adalah adanya moratorium rekrutmen ASN di tahun 2015 hingga 2018. Sehingga tidak ada seleksi atau penerimaan pegawai ASN di semua lembaga/kementerian.
Walaupun, dalam hal ini, perekrutan guru tetap dilakukan dalam jumlah yang sangat sedikit atau tidak lebih dari 10.000 formasi.
Sebagai catatan, sejak tahun 2021 hingga 2023, terdapat 774.999 guru yang sudah diangkat menjadi guru ASN PPPK.
Angka tersebut adalah sebuah capaian besar bagi Kemendikbud Ristek dan Ditjen GTK karena dalam periode tiga tahun, jumlah ASN guru meningkat sebanyak 61 persen.
“Kami masih memiliki komitmen yang sama terkait peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Ini yang betul-betul dijaga oleh Ditjen GTK, jangan ada pemutusan atau menonaktifkan guru non-ASN PPPK. Karena kita masih membutuhkan mereka dan harus menghargai kerja mereka,” tegas Nunuk Suryani.kompas